Kamis, 22 April 2010

MENGERTI DAN MENELUSURI KEBUDAYAAN MENTAWAI

Oleh: Sarmen Sababalat


Kebiasaan, Adat, dan Pekerjaan masyarakat Mentawai
a. Makanan. Karena pekerjaan orang Mentawai adalah bertani, maka makanan pokok mereka adalah keladi dan sagu. Keladi ini dilakukan oleh kaum perempuan sedangkan sagu diakukan oleh kaum laki-laki. Karena Mentawai merupakan kepulauan, maka di sana terdapat banyak ikan yang menjadi lauk dari makanan mereka itu.
b. Pesta. Dalam kebudayaan Mentawai, pesta yang sering dilakukan adalah ketika mendapat hasil buruan. Mentawai kaya dengan binatang-bintang yang bisa dimakan. di antaranya yaitu: bilou atau monyet, babi hutan, rusa, dll. Ketika mendapat hasil buruan ini, maka yang diundang adalah satu kaum atau satu marga untuk menikmatinya. Pesta ini juga bisa meningkatkan derajat dari marga tersebut artinya, kaum yang sering mendapatkan hasil buruan, mereka akan selalu dihargai karena keberhasilan mereka. Kemudian pesta pernikahan. Upacara perkawinan ini dalam bahasa Mentawainya (putalimougat) dimulai dengan upacara mandi pengantin wanita. Keesokan harinya sebelum matahari naik pengantin wanita diantarkan ke rumah pengantin pria, tempat ia membantu mertuaya masak. Setelah itu, ia mengabil daun-daunan untuk dipakai pada pesta nanti. Setelah dia datang barulah acara pesta pernikahan dilakukan oleh pemimpin adat atau kepala kaum atau yang disebut dengan rimata. Dalam kebudayaan orang Mentawai dulu, pesta yang sangat meriah ketika pengukuhan sikerei atau dukun. Pesta ini dilakukan sampai 1 minggu dengan tidak melakukan pekerjaan apapun.
c. Pakaian. Pakaian orang Mentawai adalah terbuat dari kulit pohon yang diambil kulitnya lalu dikeringkan. Itu adalah pakaian yang dijadikan untuk kaum laki-laki atau baiko, sedangkan bagi perempuan memakai kain yang berwarna merah atau sobbe.
d. Sopan Santun. Orang Mentawai terletak di pedalaman. Setiap kelompok saling menghormati karena di Mentawai ada yang harus selalu ditakuti apabila tidak menghormati kelompok yang satu dengan yang lain yaitu denda. Denda ini dinamakan tulou. Apabila salah satu keluarga ditulou, maka tulounya itu tidak sedikit. Misalnya dengan membunuh salah satu kelompok kaum mereka, maka yang membunuh itu wajib membayar 200 batang pohon kelapa. Dengan adanya ini, maka orang Mentawai hidup saling mengormati sehingga adanya saling kerja sama antara satu dengan yang lain yang dinamakan simuruk. Dimana simuruk ini dilakukan apabila ada salah satu keluarga yang akan mendirikan rumahnya, maka diundanglah beberapa orang untuk membantu mendirikan rumah tersebut dengan memotong beberapa ekor babi untuk disantap.
e. Acara-acara Agama. Mayoritas orang Mentawai memeluk agama Katolik dan Protestan (ada yang Pantekosta dan Bethel), sebagian beragama Islam, dan Bahai. Tetapi sekarang bahai sudah tidak diizinkan lagi. Walaupun demikian sebagian besar orang Mentawai tetap memegang teguh religinya yang asli, yaitu arat sabulungan. Arat berarti adat dan bulungan berasal dari kata bulu (daun). Berarti kepercayaan dari beberapa daun yang dianggap sakti. Upacara keagamaan setelah Kristen masuk yaitu Natal dan Tahun Baru. Pada saat perayaan ini datang, semua orang melakukan punen atau pesta, yang dipimpin oleh pendeta atau kepala desa. Semua kegiatan mereka diberhentikan. Artinya pada perayaan itu tidak boleh ada yang melakukan pekerjaan apapun.
f. Upacara perploncoan. Salah satunya adalah pada saat melakukan upacara pernikahan (putalimougat). Upacara pernikahan dilakukan seteah pengantin perempuan pulang mengambil daun-daunan untuk kelengkapan pesta. Kalau kelengkapan itu belum dia temukan, pesta belum bisa dilakukan. Kemudian wanita itu mandi, diriasi busana dan setelah pengantin pria memberi laiket, yaitu sejenis tumbuh-tumbuhan merambat dan berumbi besar, serta telur yang melambangkan keutuhan kebulatan dan kesempurnaan kepada roh yang ada dalam benda-benda suci keluarga. Kemudian laki-laki itu mengambil ayam lalu menyentuhkannya kepada dadanya sendiri, dada pengantin wanita, maupun dada semua hadirin. Sesudah itu, ia mengucapkan beberapa mantra, ayam disembelih lalu hati ayam dipersembahkan kepada roh buluat. Kemudian upacara kelahiran bayi dilakukan pada saat bayi itu berusia sekitar 2 sampai 3 hari. Upacara ini dinamakan pamipikat. Dalam upacara ini bayi diberi gelang yang terbuat dari kulit sebagai jimat dan kalung yang terbuat dari lokan yang diuntai dengan bulu babi.
g. Ritual. Ritual dari orang Mentawai yaitu ketika seseorang itu sakit, maka dia diobati oleh seorang dukun (sikerei) yang memiliki kesaktian dalam mengobati berbagai macam penyakit. Ketika dia diobati, maka dipotong babi yang kemudian hatinya diambil dan dipersembahkan kepada ro-roh yang melayang-layang. Ketika dipersembahkan, sikerei tadi memanggil roh-roh itu untuk makan bersama. Kalau roh-roh itu menerima persembahan yang diberikan sikerei itu, maka sakit yang dideritanya akan sembuh. Kalau belum maka sakitnya belum cepat sembuh dan dia meminta lagi.
h. Seni. Orang mentawai mengenal seni ukir yang dibuat di dinding uma (rumah adat). Ukiran itu berfungsi sebagai sarana agama, untuk memberikan kesenangan kepada roh-roh alam dan juga kepada roh-roh nenek moyang. Ukiran tersebut umumnya bermotif hewan buruan seperti monyet, biawak, dan penyu, dan ada juga ukiran yang berbentuk burung.
i. Musik. Alat musik dari Mentawai berupa gong dan tuddukat. Ini adalah barang yang sangat berharga bagi orang Mentawai. Kalau suatu saat terjadi keributan antar keluarga dalam satu kaum, maka gong dan tuddukat itu akan diberikan kepada siapa dulu nenek moyang mereka titipkan pertama kalinya. Kalau hal ini terjadi, maka keluarga yang berselisih itu idak akan pernah berbicara sampai kapanpun. Kecuali mereka sepakat untuk rukun kembali.
j. Transportasi. Mentawai merupakan kepulauan, sehingga transportasinya adalah perahu. Dalam membuat perahu yang terbuat dari batang pohon yang besar yang pohon itu khusus untuk membuat sampan, maka mereka membuatnya secara bersama-sama. Lalu ketika selesai, akan dipestakan secara bersama-sama. Tetapi sekarang sudah ada yang menggunakan mesin tempel dan juga sudah ada kapal untuk penyeberangan.
k. Pekerjaan. Pekerjaan mereka paling utama yaitu berburu. Mereka berburu babi hutan, monyet, tupai, rusa dan binatang-bintang laut seperti penyu. Selain berburu, mereka juga membuat lahan untuk dijadikan sebagai lahan pertanian. Ada yang menanam buah-buahan yang umurnya tua atau tanaman tua, dan ada juga untuk kebutuhan beberapa tahun saja. Mereka juga beternak babi, yang dilakukan di rumah-rumah mereka. Rumah orang Mentawai berbentuk panggung sehingga di bawahnya dijadikan sebagai tempat untuk memelihara babi. Pekerjaan yang mereka lakukan juga yaitu mencari gaharu. gaharu ini daya jualnya sangat mahal sehingga mereka mencarinya sampai berbulan-bulan. Bahkan ada yang hanya mendapatkan sedikit.
l. Kerajinan. Benda-benda hasil kerajinan yang dibuat oleh orang Mentawai ialah berupa opa atau kerajang rotan, dan tikar rotan. Ada juga tas yang dibuat dari pelepah sagu yang disebut baklu, dan topi yang dibuat untuk pelindung dari panasnya matahari ketika mereka berladang. Kerajinan lainnya ialah yang berkaitan dengan upacara keagamaan yaitu membuat burung-burung dari kayu.


Alam Pikiran/Pandangan hidup (Worldview): Bagaimana kepercayaan/asumsi tentang realitas-realitas dasar…..
1. Allah, Agama, Dunia Roh, Kuasa gaib. Serupa dengan di semua sistem kepercayaan atau religi lokal di dunia, arat sabulungan orang Mentawai juga mengenal ilmu gaib yang berdasarkan dua keyakinan, ialah: 1). Keyakinan akan adanya hubungan gaib dengan hal-hal yang walaupun berbeda fungsinya, mirip wujud, warna, sebutan atau bunyinya, tetapi sama; dan 2). Keyakinan akan adanya kekuatan gaib yang sakti tetapi tak berkemauan atau bajou dalam alam sekitar manusia. Di Mentawai juga dikenal dengan ilmu gaib protekstif yang juga sangat penting dalam ilmu-ilmu obat-obatan dan penyembuhan penyakit secara tradisional, maupun segala macam ilmu gaib destruktif yang disebut dengan ilmu sihir dan guna-guna. Ada juga beberapa benda-benda keramat seperti: amat simagere, batu kerebau buluat, orang simagere, dan tuddukat, serta sejumlah daun-daun serta akar-akar yang berkhasiat seperti bakkat katsaila, berfungsi sebagai jimat penolak bahaya gaib atau sebagai benda untuk mengundang roh yang baik.
2. Alam, waktu. Bagi masyarakat Mentawai, alam dan waktu adalah yang sangat berharga. Hal itu disebabkan karena mereka hidup dari alam dan mereka bercocok tanam untuk kebutuhan sehari-hari. Alam dijadikan tempat untuk membangun kehidupan mereka karena mereka masih hidup berpindah-pindah. Sedangkan waktu adalah mereka tidak mau melewatkan waktu itu. Ketika sudah subuh, mereka sudah siap-siap melakukan pekerjaan mereka dan pulangnya malam. Berburupun dilakukan pada malam hari.
3. Manusia. Bagi mereka, manusia itu adalah bagian dari milik mereka. Mereka sangat terbuka kepada siapa saja pendatang yang datang asalkan jangan menipu mereka. Sudah banyak pedagang yang datang ke sana tetapi selalu ditipu, sehingga dulunya mereka tidak terbuka kepada orang-orang yang datang untuk bergabung bersama-sama dengan mereka.
4. Ideologi. Ideologi mereka adalah Bekerja supaya mendapatkan hidup. Dalam bahasa Mentawai dikenal dengan peribahasa yaitu: masua rere, masua lolokkat (basah kaki, basah leher) yang berarti kalau bekerja, akan mendapatkan makanan, kalau berusaha maka kebutuhan akan terpenuhi.

Satu contoh kontekstualisasi yang dilakukan oleh jemaat local dalam kebudayaan tersebut yaitu:
Dari segi arsitektur dalam membuat gedung gereja. Dulunya mereka membuat gedung gereja dari papan dan berbentuk panggung serta beratapkan daun sagu yang dibuat sebagai atap (atap rumbia). Atap ini merupakan atap rumah dari orang Mentawai. namun karena adanya kemajuan yang dilakukan oleh para misionaris serta adanya sumbangan dari pemerintah setempat, atap rumbia tersebut diganti menjadi seng. Sehingga sekarang sudah dikatakan permanen karena melihat perkembangan yang terjadi sekarang ini. Kemudian juga didirikannya berbagai poliklinik dan sekolah TK yang bisa menampung sipaa saja yang mau berobat dan sekolah agar bisa maju dari ketertinggalan mereka itu. Di sana Injil sudah bisa diterima dan liturgi merekapun sudah menggunakan bahasa Mentawai agar dipahami betul-betul. Dahulunya masyarakat Mentawai merupakan masyarakat yang tertinggal, tapi sekarang sudah berkembang karena keterbukaannya dengan masyarakat luar yang bisa menerima dan tidak menipu mereka lagi.



Kepustakaan
Koentjaraningrat (ed.),V. Simorangkir, Masyarakat Terasing di Indonesia. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. 1993.

2 komentar: