Jumat, 23 April 2010

UNIVERSALISME DALAM PERJANJIAN LAMA


Oleh: Sarmen Sababalat


Pendahuluan
Pemilihan Allah terhadap bangsa Israel adalah sebuah status yang istimewa untuk bangsa ini. Allah memilih mereka secara bebas sesuai dengan kehendak Allah dan untuk menjalankan rencana Allah di dunia ini. Tujuan Allah memilih umat Israel adalah agar bangsa ini dapat menjadi berkat bagi bangsa-bangsa lain di dunia dan memberitakan tentang kabar keselamatan bagi semua bangsa. Israel di panggil untuk menyatakan keuniversalan kasih dan keadilan Allah bagi dunia, agar dunia mengenal-Nya. Namun, sangat disayangkan bangsa Israel yang adalah umat pilihan itu gagal melaksanakan perintah Allah atas mereka. Mereka menyalahgunakan status ‘umat pilihan’ itu dan mengklaim bahwa merekalah umat yang paling benar dan paling kudus di hadapan Allah, dan karena itu hanya merekalah yang berhak atas keselamatan itu. Bangsa yang tidak mengenal Allah (bangsa di luar Israel) disebut sebagai kafir, sehingga mereka menutup diri terhadap bangsa-bangsa lain. Hal ini tentunya tidak sesuai dengan rencana Allah atas pemanggilan mereka. Berita yang mereka sampaikan tentang Allah dan keselamatan yang berasal dari Allah bukan bersifat universal melainkan menjadi sesuatu yang bersifat eksklusif. Bagi mereka bangsa-bangsa lain itu tidak penting. Untuk itu dalam paper ini akan dibahas mengenai keuniversalan Allah dalam menyatakan keselamatan-Nya.

Pembahasan
1. Terminologi
a. Universalisme
Kata universal dapat diartikan sebagai menyeluruh, semesta, umum, meliputi seluruh dunia. Dengan demikian, keselamatan universal dapat dipahami sebagai keselamatan untuk seluruh dunia, atau dengan kata lain, perluasan keselamatan keluar dari batas-batas Israel. Menurut Browning, universalisme adalah kepercayaan bahwa semua manusia akhirnya akan mendapat bagian dalam keselamatan, yang adalah anugerah Allah. Dalam kitab-kitab PL, Allah telah bernubuat tentang kedatangan “seseorang” yang akan menjadi terang untuk bangsa-bangsa, supaya keselamatan diberitakan sampai ke ujung-ujung bumi (Yes 49:6b). Yang ditekankan pada universalisme ini ada dua hal yaitu; pertama, “semua manusia akhirnya akan mendapat keselamatan” yang berarti keselamatan yang ditawarkan Allah bukan hanya untuk umat pilihan melainkan berlaku untuk semua bangsa-bangsa lain di dunia. Kedua, “keselamatan adalah anugerah Allah”, yang artinya bahwa manusia tidak dapat mencapai keselamatan itu dengan bantuan hukum atau peraturan-peraturan agamawi melainkan keselamatan itu semata-mata hanya karena anugerah yang Allah berikan kepada semua orang yang percaya kepada-Nya. Dengan pernyataan bahwa “keselamatan Allah bersifat universal” ini berarti Allah ingin semua manusia dapat dibebaskan dari belenggu dosa dan masuk dan tinggal di dalam keselamatan yang berasal dari Dia. Universalisme Allah berarti menunjuk kepada Allah dengan tindakan kasih-Nya yang meliputi semesta ciptaan.
2. YHWH-isme Dalam Perjanjian Lama
a. Penciptaan
Kitab kejadian mencatat bahwa manusia adalah satu-satunya makhluk yang diciptakan Allah menurut gambar-Nya (Kej 1:26). Selanjutnya, kepada manusia yang baru diciptakan tersebut Allah memberikan wewenang untuk menguasai seluruh bumi dan isinya. Dengan perintah ini, Allah menginginkan agar manusia berkuasa dan memelihara bumi beserta seluruh ciptaan yang lain, berkembang biak untuk mengisi bumi, dan mewakili Allah dalam menyatakan damai sejahtera-Nya di bumi ini. Sebagai satu-satunya makhluk yang diciptakan menurut gambar dan rupa Allah, maka otomatis manusia adalah suci, mulia, tidak berdosa, dan mempunyai kehendak. Namun hal ini tidak bertahan lama, manusia akhirnya jatuh ke dalam dosa oleh godaan si iblis. Keputusan Hawa untuk mengambil, memakan dan memberikan buah kepada Adam telah membuat sejarah baru hubungan Allah dengan manusia, yakni menjadi makhluk berdosa sehingga mati secara rohani (Kej 12:7).
Maksud dari kisah itu mengenai arti dosa dan asal usul dosa itu ialah ketidaktaatan dan kesombongan manusia terhadap Tuhan Allah. Hal seperti ini sebenarnya juga sangat menonjol dalam kitab Ayub. Penulis kisah Taman Eden menggambarkan bahwa relasi manusia dengan Allah yang mesra itu adalah wajar, sebab Allah adalah pencipta. Tuhan pencipta itu tinggal dalam alam, hidup dengan manusia. Namun dosa yang selalu meretakkan hubungan itu. Dari kisah itu tidak ada dogma tentang kejatuhan seluruh umat manusia dalam dosa, karena Adam. Kalau dogma semacam itu ada, maka diragukan bahwa dogma semacam itu diangkat dari seluruh PL. Bukannya karena Adam jatuh dalam dosa, maka seluruh umat manusia jatuh dalam dosa, tetapi sebagaimana Adam jatuh dalam dosa, demikianlah seluruh umat manusia jatuh. Dosa adalah ketidaksetiaan dan kesombongan manusia terhadap Allah. Di mana ada dosa, di sana terjadi keretakan hubungan antara manusia dengan Allah. Jadi, jatuhnya mansia pertama ke dalam dosa menyebabkan manusia secara keseluruhan (bangsa-bangsa di dunia) berikutnya telah ada di dalam dosa.

b. Pemilihan
Pemanggilan Abraham adalah sepenuhnya atas inisiatif Allah untuk memunculkan satu individu yang kelak akan menjadi bapa suatu bangsa yang besar. Perintah Allah kepada Abraham adalah agar ia pergi memisahkan diri dari seluruh kaum kerabatnya untuk menjadi berkat bagi semua kaum di muka bumi. Ketaatan Abraham terhadap panggilan Allah adalah ketaatan tak bersyarat. Tiga hal utama janji Allah kepada Abraham ialah:
1. Keturunannya akan menjadi umat Allah dan bangsa yang besar (Kej 12:1-3).
2. Tanah kemana ia dipanggil akan menjadi milik keturunannya (Kej 12:7; 13:14-15; 15:18-20).
3. Keturunannya akan menjadi berkat bagi dunia (Kej 17:4-6; 22:18)
Tekanan utama janji Allah kepada Abraham sebetulnya adalah tentang keturunan. Dengan demikian, menjadi jelas bahwa Allah memilih keturunan Abraham melalui Ishak dan Yakub utuk menjadi alat kesaksian-Nya terhadap segala bangsa. Dapat pula dikatakan bahwa ini merupakan babak baru dalam sejarah agama manusia yang menyembah Allah secara benar, karena sebelumnya umat manusia menyembah berhala. Allah menyatakan diri secara khusus kepada bangsa Israel dengan tujuan agar bangsa ini dapat menjadi pengantara dari Dia kepada bangsa-bangsa lain, suatu saluran berkat Allah kepada segenap bangsa di seluruh dunia. Pemanggilan Abraham merupakan awal pemilihan bangsa Israel sebagai umat Allah. Dalam PL, konsep pemilihan bukan berarti Allah sewenang-wenang memilih satu bangsa dari antara bangsa-bangsa lainnya, melainkan Allah menciptakan suatu umat yang akan hidup di antara bangsa-bangsa untuk melaksanakan rencana-Nya. Pada zaman PL Tuhan memanggil bangsa Israel menjadi umat pilihan-Nya. Namun Israel secara berulang-ulang diperingatkan agar jangan menganggap bahwa statusnya sebagai umat pilihan Allah didasarkan atas superioritas rasial apapun. Allah memilih mereka dalam kasih-Nya yang bebas dan tak ada pertimbangan manusiawi dalam pilihan-Nya (Ul 7:6-8; 9:4-6). Lepas dari anugerah Allah, bangsa Israel sama saja dengan bangsa-bangsa lain yang juga berpindah-pindah (Am 9:7). Hubungan khusus antara Israel dan Tuhan merupakan hubungan perjanjian. Hubungan perjanjian ini didasarkan pada kasih dan anugerah Tuhan di mana Tuhan menghendaki supaya bangsa Israel akan menerima berkat-berkat-Nya. Hukum Taurat disampaikan kepada Israel untuk memberi petunjuk bagaimana hidup sebagai umat pilihan Tuhan.
Israel hidup sebagai satu bangsa di antara bangsa-bangsa dalam panggung internasional. Allah memilih dan memanggil Israel, tidak untuk merugikan yang lain, tetapi agar dapat bermanfaat bagi yang lain. Israel harus menjadi terang bagi bangsa-bangsa lain (Yes 42:9; 49:6), yang mana dikelompokkan secara bersama-sama di dalam kebergantungan satu dengan yang lain sehingga mengembangkan monoteisme. Panggilan bangsa Israel semula ialah untuk menjadi berkat bagi bangsa-bangsa lain. Sejak menjadi “kerajaan imam” (Kel 19:3-6) di Sinai, umat Israel berperan untuk membawa berkat dan penebusan bagi seluruh umat manusia (bnd Mzm 67; Yer 4:2). Bahkan sejarah penebusan Israel “diperuntukkan” bagi bangsa-bangsa lain dalam penglihatan eskatologis Kitab Mazmur yang merayakan kerajaan Allah Israel yang universal (Mzm 47:1-4,9; 98:1-4; 99:1-4). Nada universalisme dalam misi Israel itu mencegah konsep “bangsa terpilih” agar jangan dimengerti sebagai chauvinism atau kesombongan nasional. Hal ini benar secara teologis, namun, dalam praktik, Israel sering jatuh ke dalam perangkap nasionalisme yang eksklusif.
Pada zaman PL Tuhan memanggil bangsa Israel menjadi umat pilihan-Nya. Hubungan khusus antara Israel dan Tuhan merupakan hubungan perjanjian. Hubungan perjanjian ini didasarkan pada kasih dan anugerah Tuhan di mana Tuhan menghendaki supaya bangsa Israel akan menerima berkat-berkat-Nya. Hukum Taurat disampaikan kepada Israel untuk memberi petunjuk bagaimana hidup sebagai umat pilihan Tuhan. Kepada Israellah Allah pertama kali memberikan Firman Tuhan yaitu Janji Keselamatan dan Hukum Taurat tertulis. Dengan hal itu Allah bermaksud memberikan satu model bangsa yang berkenan kepada Allah. Allah memang memilih bangsa Israel menjadi umat-Nya, walau tidak semua orang Israel itu adalah orang diselamatkan. Israel adalah model/tipologi bangsa yang diselamatkan dan dikuduskan. Kenapa Allah membuat model? Itu adalah rencana kekal Allah. Itu adalah cara Allah mendidik manusia, karena manusia adalah manusia yang sudah jatuh, manusia tidak mudah untuk diselamatkan. Jadi Israel adalah model/tipe bangsa atau manusia yang diselamatkan. Jadi Firman Tuhan yang diberikan kepada Israel adalah Firman Tuhan tentang janji keselamatan yang akhirnya juga sampai kepada bangsa-bangsa lain! Tidak ada janji yang lain! Dalam hal kedudukan di hadapan Allah, semua manusia adalah sama yaitu berdosa. Tetapi pada pelaksanaannya dalam sejarah manusia Allah terlebih dahulu memberikan janji keselamatan kepada bangsa Israel, yang karena penolakan bangsa Israel akhirnya sampai juga kepada bangsa-bangsa lain.
Israel adalah bangsa pilihan. Status istimewa ini mengandung panggilan untuk menjadi alat rencana Allah bagi keselamatan semua bangsa. Namun sayangnya konsep bangsa pilihan sering melenceng kepada praktik nasionalisme eksklusif dan elitism superioritas ras.
Aktivitas kenabian berhenti akibat penekanan berlebihan atas wibawa Torah sebagai Firman Allah. Pengharapan eskatologis juga mereda, sebab kerajaan Allah sudah terwujud dan orang merasa bahwa mereka telah mengetahui bahkan memiliki keberadaan Allah. Akibatnya orientasi tertuju pada hak istimewa Israel, menenggelamkan unsur panggilan yang bersifat universal dalam konsep pemilihan Allah.
Dengan peristiwa pembuangan dan berakhirnya kerajaan, Israel tidak lagi merupakan negara dan bangsa yang merdeka, melainkan menjadi bangsa yang bergantung pada bangsa lain, tercerai berai dan dijajah. Dengan demikian, jelaslah ‘kekudusan’ umat Allah tidak berarti mereka harus memisahkan diri secara total dari bangsa-bangsa lain. Bangsa Israel yang terpilih demi bangsa-bangsa lain, selalu sadar dan terjun dalam peristiwa-peristiwa internasional di sekitar mereka.

c. Pernyataan Universal dalam Perjanjian Lama
Di dalam kitab-kitab PL terdapat banyak pernyataan dan himbauan yang bersifat universal, supaya bangsa-bangsa datang kepada-Nya melalui jalur yang telah ditetapkan-Nya. Secara tersirat Allah menyatakan bahwa sejak manusia jatuh ke dalam dosa, Ia telah merencanakan keselamatan universal untuk segenap umat manusia melalui bangsa yang dipilih-Nya sendiri, yaitu Israel. Tujuan-Nya adalah supaya bangsa-bangsa lain juga diselamatkan. “Sebab Tuhan tidak memandang bulu dan menunjukkan kasih-Nya kepada orang asing” (Ul 10:17-18). Yang dimaksudkan Allah dengan orang asing adalah segenap bangsa di luar bangsa Israel.
Sepanjang sejarah PL, Tuhan Allah tak henti-hentinya menghimbau dan mengingatkan segenap umat manusia akan pentingnya keselamatan. Melalui nubuatan para nabi, segenap umat manusia dapat melihat cerminan keselamatan universal yang diperuntukkan bagi segala bangsa. Dalam doanya, Raja Salomo memohonkan keselamatan apabila ada bangsa lain yang datang beribadah dalam Bait Allah yang didirikannya (2 Taw 6:32-33).
Di dalam kumpulan kitab Mazmur terdapat sejumlah pernyataan-pernyataan universal yang mengindikasikan berkat, belas kasihan, keadilan, kebenaran, kesetiaan, dan keselamatan bagi segenap umat manusia. Ketika mengamini berkat Tuhan Allah, pemazmur mengumandangkan nyanyian: “supaya jalan-Mu dikenal di bumi, dan keselamatan-Mu di antara segala bangsa. Kiranya bangsa-bangsa bersyukur kepada-Mu, ya Allah; kiranya bangsa-bangsa semuanya bersyukur kepada-Mu” (Mzm 67:3-4).
Dalam doa minta pertolongan, pemazmur meyakini Allah Israel sebagai Allah segala bangsa: “Segala bangsa yang Kau jadikan akan datang sujud menyembah di hadapan-Mu, ya Tuhan, dan akan memuliakan nama-Mu” (Mzm 86:9). Saat penyelamatan sudah dekat, pemazmur mengubah nyanyian: “segala ujung bumi telah melihat keselamatan yang dari pada Allah kita” (Mzm 98:3b). Karena itu seluruh bumi diminta untuk menyambut-Nya dengan bersorak-sorak: “Bersorak-soraklah bagi TUHAN, hai seluruh bumi” (Mzm 98:4a; 100:1).
Nabi Yesaya menempatkan Gunung Sion sebagai gunung suci, pusat bumi, dan penting bagi seluruh dunia. Karena Gunung Sion adalah rumah Tuhan, maka “segala bangsa akan berduyun-duyun ke sana” (Yes 2:2). Bahkan nubuat tentang Mesias, Raja Damai universal yang akan datang, dinyatakan secara lebih jelas: “Maka pada waktu itu taruk dari pangkal Isai akan berdiri sebagai panji-panji bangi bangsa-bangsa; dia akan dicari oleh suku-suku bangsa” (Yes 11:10). Pernyataan universal juga bisa dilihat dari keberadaan Rut. Ia adalah seorang asing yang percaya kepada Tuhan Allah Israel dan diterima oleh bangsa Israel, bahkan menjadi nenek Raja Daud dan “nenek moyang” Mesias.
Demikian pentingnya keselamatan itu harus dimiliki oleh setiap orang, sehingga Allah mengutus Yunus agar pergi kepada bangsa asing untuk menyampaikan Firman Tuhan. Tujuannya adalah agar bangsa tersebut bertobat dan tidak binasa. Ternyata Allah Israel juga memperhatikan dan mengasihi bangsa-bangsa lain selain Israel. Dia menghimbau segala bangsa untuk datang dan menyembah-Nya dengan cara yang benar. Bahkan Dia nyatakan: “rumah-Ku akan disebut rumah doa bagi segala bangsa-bangsa” (Yes 56:7).

d. Pandangan Nabi-Nabi Abad ke 8 SM terhadap ‘goyim’
Para nabi individual independen abad ke-8 SM dengan monotheisme dinamisnya mempunyai peranan yang penting di dalam religio-histori bangsa Israel. Mereka selaku ‘the men of God’ seolah-olah menjadi lilin-lilin yang bercahaya menerangi dalam menerangkan arti dan maksud krisis yang sedang berlangsung di dalam sejarah bangsa-bangsa waktu itu. Bagi bangsa Israel krisis-krisis semacam itu bukan barang baru. Tetapi ditinjau dari sudut religio-histori bangsa ini, terlihatlah bahwa dari krisis-krisis itu ternyata banyak hal baru yang dinyatakan oleh Yahweh Allah Israel kepada sekalian bangsa melalui nabi-nabi-Nya yang bekerja pada waktu itu di tengah-tengah umat pilihan-Nya.
Pada satu pihak, para nabi abad ke-8 SM mengatakan bahwa goyim atau bangsa-bangsa non-Israel adalah musuh-musuh bangsa Israel. Artinya, antara goyim dan bangsa Israel ada hubungan atau pertemuan yang terwujud dalam peperangan. Pada pihak lain, para nabi itu mengatakan bahwa goyim adalah musuh Yahweh, sebab mereka selalu berusaha menghalangi pelaksanaan rencana-rencana-Nya. Selanjutnya para nabi itu juga mengatakan bahwa goyim adalah alat-alat Yahweh (Yes 28:2), yang dipakai-Nya untuk membasuh bangsa Israel, umat-Nya. Para nabi memandang bahwa sejarah bangsa-bangsa Timur Tengah abad ke-8 SM itu adalah sejarah yang dipimpin dan dikontrol oleh Yahweh sendiri di dalam rangka menyatakan kerajaan-Nya di hadapan bangsa-bangsa. Sejarah itu adalah sejarah yang dimulai dan akan diakhiri oleh Yahweh sendiri.
Dalam rangka pandangan dan penilaian seperti itu, dewa-dewa dan agama-agama goyim tidak mempunyai arti apa-apa. Segala kemenangan goyim dan kekalahan Israel bukanlah kemenangan dewa-dewa goyim dan kekalahan Yahweh, Allah Israel. Tetapi justru di dalam romantika pandangan umum seperti itu para nabi melihat bahwa kuasa rencana Yahweh berlaku, mengatasi segala kemenangan dan merendahkan bangssa-bangsa yang ikut serta di dalam kancah sejarah internasional itu.
Nabi-nabi abad ke-8 SM melihat adanya hubungan yang unik antara Yahweh Allah dengan goyim dan antara goyim itu dengan bangsa Israel Umat Yahweh. Hubungan antara goyim dan Yahweh, Allah yang selama itu gelap dan tersembunyi, sekarang secara berangsur-angsur mulai terbuka dan dinyatakan. Hubungan yang dahulu jauh, bahkan mungkin dianggap tidak ada, sekarang mulai terlihat dan dinyatakan secara dekat, sehingga bukan saja para nabi atau bangsa Israel sendiri yang boleh melihat, tetapi goyim itu sendiri pun boleh melihat dan bahkan menghayatinya sendiri. Hubungan yang dahulu sempit dan terbatas kepada bangsa Israel saja, sekarang diluaskan mencakup para goyim, sehingga bukan hanya bangsa Israel saja yang disebut ‘am Yahweh, atau umat Yahweh, tetapi goyim pun, atas kehendak Yahweh Allah sendiri, akan disebut ‘am Yahweh di samping bangsa Israel (bnd Yes 19:23-25).
Adalah menarik bahwa pandangan monotheisme dinamistis para nabi abad ke-8 SM terhadap goyim itu bertitik tolak dari kebebasan panggilan pribadi mereka sendiri dengan bangsa Israel, khususnya Sion, sebagai pusatnya. Dengan dasar titik tolak dan pusat pandangan para nabi yang seperti itu berubahlah wajah sejarah bangsa-bangsa Timur Tengah Kuno. Di situ bangsa-bangsa termasuk bangsa Israel tidak diperbolehkan untuk hanya melihat kepada dirinya sendiri saja, lalu memperbandingkan dirinya itu dengan bangsa lain. Di situ mereka ditarik untuk melihat penyataan Yahweh Allah Israel yang sedang bekerja di balik dan di atas segala kuasa yang mereka masing-masing miliki, kuasa Yahweh Allah Israel tidak hanya berlaku di dalam dan bagi bangsa Israel saja, melainkan juga di dalam dan di atas para goyim yang ada di sekeliling bangsa Israel.
Goyim diundang untuk menyaksikan apa yang sedang diperbuat oleh Yahweh Allah Israel terhadap umat pilihan-Nya (Mik 6:1-2; Yes 34:1). Lebih-lebih lagi goyim itu sendiri malah dilibatkan di dalam acara Yahweh dengan bangsa Israel itu, sehingga bersama-sama dengan bangsa Israel, mereka dengan rendah hati dan takut, akan datang kepada Yahweh (Mik 7:16) sambil berseru: “TUHAN ialah Hakim kita, TUHAN ialah yang memberi hukum bagi kita; TUHAN ialah Raja kita, Dia akan menyelamatkan kita” (Yes 33:22) dan “Sesungguhnya, inilah Allah kita, yang kita nanti-nantikan, supaya kita diselamatkan……..” (Yes 25:9). Memang iman bangsa Israel bukanlah untuk bangsa Israel sendiri, tetapi juga untuk orang-orang, suku-suku bangsa, dan bangsa-bangsa lain. Mereka ini akan bergabung dengan bangsa Israel dan menyembah Yahweh Allahnya.
Monotheisme dinamis para nabi abad ke-8 SM mengungkapkan penyataan universal keselamatan Yahweh Allah Israel, dimana Yahweh Allah sendiri yang bertindak, baik kepada bangsa Israel maupun kepada goyim. Hal itu terjadi atas kehendak Allah sendiri, sehingga pada akhirnya goyim akan datang dalam suatu “gerakan sentripetal, menuju ke pusat dimana tersedia keselamatan, dimana ada Yahweh dan umat-Nya…..pusat dunia” , yaitu Sion. Berbahagialah sekalian goyim yang mendengar dan mengerti, serta berbahagialah sekalian goyim yang melihat dan percaya.

3. Kesimpulan
Yahweh, Allah Israel yang telah menunjukkan kasih-Nya dan menepati janji-Nya kepada bangsa Israel dengan menyelamatkan dari rantai perbudakan (Ul 15:15), ternyata juga adalah Allah seluruh dunia. Para nabi Israel semakin sadar, bahwa bukan Israel saja yang mengambil bagian dalam perbuatan penebusan Allah. Allah akan menegakkan kepemimpinan-Nya untuk membebaskan seluruh dunia dan segala bangsa. Nabi Yesaya menggambarkan orang-orang dari bangsa-bangsa yang diselamatkan dalam perjalanan mereka kembali ke Sion, gunung Allah, tempat Allah Israel akan menjadi nyata sebagai Allah semua bangsa (Yes 2:1-4). Kalau diperhatikan, Yesaya 40-55 secara keseluruhan, ini merupakan suatu kelompok ucapan yang berdiri sendiri. Isi pemberitaan nabi Yesaya sendiri merupakan keselamatan, yakni bagi Israel maupun bangi bangsa-bangsa.
Jelaslah bahwa dimensi universal meresap ke seluruh PL. Tujuan penyataan Allah dalam PL adalah keselamatan bangsa-bangsa melalui perantaraan bangsa pilihan-Nya sendiri, yaitu Israel. Mereka diajak untuk datang ke Sion dan menyembah Tuhan Allah. Para Nabi Israel mengingatkan bangsa mereka, bahwa panggilan mereka adalah untuk menjadi terang bagi bangsa-bangsa sebagaimana disampaikan oleh nabi Yesaya (Yes 49:6). Kehadiran Israel di tengah-tengah bangsa-bangsa adalah kesaksian-Nya. Israel adalah minoritas yang dipanggil untuk melayani mayoritas. Penyataan Allah yang lebih jelas harus menunggu kedatangan Mesias dalam zaman PB.

4. Relevansi
Keselamatan itu bukan milik Israel saja, tetapi “seperti bumi memancarkan tumbuh-tumbuhan dan seperti kebun menumbuhkan benih ditaburkan, demikianlah Tuhan Allah akan menumbuhkan kebenaran dan puji-pujian di depan semua bangsa-bangsa” (Yes 61:11). Dengan dalih Allah kasih adanya, maka manusia yang tidak tahu sama sekali dengan kekristenan dapat pula menerima keselamatan. Dengan kata lain, bahwa keselamatan itu untuk seluruh umat manusia, dengan tidak melihat, apakah orang tersebut, percaya atau tidak! Dasar teologia yang akurat yang dikemukakan kaum universalisme adalah Roma 5:18 yang berbunyi, "Sebab itu, sama seperti oleh satu pelanggaran semua orang beroleh penghukuman, demikian pula oleh satu perbuatan kebenaran semua orang beroleh pembenaran untuk hidup". Menurut penjelasan kaum universalisme, ayat ini dengan jelas dan secara mantap mendukung pandangan mereka. Jika oleh karena satu pelanggaran yang dilakukan Adam, maka semua manusia dihukum, tapi dengan satu perbuatan yang benar yang dilakukan Yesus Kristus, semua manusia dilepaskan dari hukuman. Orang Kristen mengklaim dirinya atau agamanya adalah agama yang benar. Tetapi kalau dilihat dan diperhatikan, ternyata bahwa keselamatan itu juga terdapat dalam agama-agama lain hanya cara untuk menyatakan kepercayaan itu berbeda-beda. Walaupun kenyataannya bahwa agama lainpun mengatakan hal yang sama seperti orang Kristen nyatakan. Jadi kita jangan lagi mengatakan bahwa agama Kristenlah yang benar sedangkan agama lain tidak. Tetapi marilah kita saling menghargai antara agama yang satu dengan yang lain agar keselamatan yang kita yakini masing-masing agama itu boleh terwujud dalam kehidupan kita beragama. Keselamatan seseorang BUKAN ditentukan dari apakah dia menjadi anggota gereja atau tidak. “Tidak ada keselamatan di luar gereja” adalah semboyan yang harus diuji dalam terang Alkitab. Apa yang dimaksud dengan gereja? Apakah Yesus dapat diberitakan di luar gereja?
Keselamatan ditentukan dari TINDAKAN Allah, bukan tindakan manusia. Allah memilih menyatakan keselamatan melalui sejarah suatu bangsa yaitu bangsa Israel. Supaya orang pilihan dapat dipilih dalam sejarah umat manusia. Sesungguhnya pilihan atas Israel adalah pilihan atas orang pilihan. Selaku orang Kristen yang percaya kepada Tuhan Yesus yang memberikan keselamatan itu, jadilah terang terhadap agama-agama lain atau terhadap bangsa-bangsa lain. Jangan menutup diri atau eksklusif. Berlakulah adil terhadap agama-agama lain dan wujudkanlah itu sebagai terang yang diberikan oleh Tuhan Yesus agar menjadi berkat bagi bangsa-bangsa lain.












Daftar Pustaka

Browning, W.R.F., Kamus Alkitab: A Dictionary of the Bible. Jakarta: BPK Gunung Mulia. 2007.

Barth, Christoph, Dr. dan Marie-Claire Barth-Frommel, Theologia Perjanjian Lama 4. Jakarta: BPK Gunung Mulia. 1993.

Kuiper, de, A., Missiologi. Jakarta: BPK Gunung Mulia. 1968.

Preuss, Horst Dietrich, Old Testament Theology Volume I. USA: Westminster John Knox Press. 1995.

Preuss, Horst Dietrich, Old Testament Theology Volume II. USA: Westminster John Knox Press. 1995.

Rowley, H. H., The Faith of Israel. London: SCM Press. 1968.

Surbakti, Elisa, B., Benarkah Yesus Juruselamat Universal? Jakarta: BPK Gunung Mulia. 2006.

Wahono, Wismoady, S, Ph. D., Dua Studi Tentang Hubungan Tuhan dan Israel. Jakarta: BPK Gunung Mulia. 1983.

Wahono, Wismoady, S, Prof, Di Sini Ku Temukan. Jakarta: BPK Gunung Mulia. 2004.

Wright, Christopher, Dr., Hidup Sebagai Umat Allah: Etika Perjanjian Lama. Jakarta: BPK Gunung Mulia. 1995.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar