Jumat, 23 April 2010

PERJANJIAN DALAM QUMRAN

Oleh: Sarmen Sababalat


Pendahuluan
Perjanjian merupakan salah satu hal yang penting dibahas dalam soteriologi Bait Allah Kedua. Hal ini banyak menimbulkan perdebatan para ahli. Ada yang berpendapat bahwa perjanjian menentukan seseseorang diselamatkan atau tidak, namun di sisi lain menyatakan bahwa perjanjian merupakan pilihan seseorang untuk masuk ke dalam atau menjadi komunitas Allah. Dalam paper ini saya akan mencoba untuk menjelaskan secara singkat apa sebenarnya peranan perjanjian dalam keselamatan seseorang. Apakah perjanjian bisa menentukan seseorang diselamatkan atau tidak? Untuk itu di sini penulis akan mencoba memaparkan pandangan beberapa ahli mengenai perjanjian itu khususnya dalam pemahaman kitab Qumran.

Pembahasan
1. Latar Belakang Singkat Kitab Qumran.
Persekutuan Qumran adalah bagian dari gerakan Farisi yang ekstrem. Gerakan ini barangkali berasal dari jaman Makabi. Orang-orang anggota persekutuan Qumran adalah orang-orang kelompok Eseni. Persekutuan Qumran merupakan persekutuan yang benar-benar memisahkan diri dari masyarakat dan persekutuan ini adalah persekutuan yang berdikari. Mereka menganggap diri mereka sebagai sisa bangsa Israel yang benar, dan mereka dengan sangat rindu menantikan datangnya zaman mesianis. Mereka juga membagi diri menjadi dua belas suku, dan masing-masing suku membagi diri ke dalam bagian-bagian yang lebih kecil. Para imam mempunyai kuasa tertinggi. Mereka juga membentuk sebuah dewan yang beranggotakan dua belas orang awam dan tiga orang imam.
Seperti kelompok-kelompok Yahudi lainnya, kelompok atau persekutuan Qumran pun secara tekun mempelajari kitab suci. Tetapi buku-buku tafsiran yang mereka hasilkan menunjukkan bahwa mereka mempunyai cara atau metode penafsiran yang tersendiri. Mereka menerapkan nubuat para nabi kepada sejarah dan masa depan mereka sendiri, dengan memakai cara pendekatan yang sama dengan yang dipakai oleh beberapa penulis PB dan apokaliptis. Dari teks dan pembacaan kitab suci mereka mengharapkan adanya dua orang Mesias, yaitu Mesias imamat keturunan Harun dan Mesias Israel. Di samping itu mereka juga menyebut-nyebut tokoh yang sangat mereka harapkan, yaitu tokoh Guru Kebenaran. Pengharapan masa depan itu menjadi pedoman penting bagi kehidupan sehari-hari di dalam persekutuan, dan menjadi alasan utama bagi mereka untuk memberlakukan dan memelihara kesucian hidup. Pusat kegiatan ibadah persekutuan Qumran itu terletak pada upacara makan bersama, yang mungkin mereka anggap sebagai gambaran pesta eskhatologis yang akan dirayakan pada akhir zaman.

2. Perjanjian dalam Qumran Menurut Pandangan Beberapa Tokoh
Ada beberapa pandangan mengenai perjanjian dalam Qumran, di antaranya;

a. E.P. Sanders
Menurut E.P Sanders, orang atau bangsa yang termasuk dalam ikatan perjanjian dengan Allah adalah mereka yang dipilih dan ditentukan oleh Allah. Meskipun demikian komunitas Qumran juga menekankan aspek tanggung jawab atau pilihan individual dalam masuk atau tidaknya seseorang ke dalam perjanjian. Pilihan personal ini dibicarakan dalam kerangka bagaimana seseorang memilih supaya tetap berada dalam perjanjian dengan Tuhan yakni dengan jalan bertobat dan bergabung dengan Israel sejati (the true Israel). Jadi, jika seseorang tidak mau bertobat walaupun ia telah bergabung dengan komunitas maka ia akan dikeluarkan dari komunitas, yang berarti orang tersebut berada di luar perjanjian.
Perintah Tuhan sifatnya mengikat, namun harus dipelajari dan dilakukan dengan rela hati. Kunci untuk memahami hukum adalah hikmat Allah. Komunitas Qumran menyadari walaupun mereka ada dalam komunitas perjanjian baru (new covenant), namun tetap berada dalam daging atau kelemahan manusiawi. Mereka memiliki pengharapan bahwa pada “hari terakhir” hal tersebut akan teratasi. Jika mereka berdosa maka Allah akan menghukum, namun hal tersebut bukan untuk menghancurkan melainkan untuk memulihkan.
Sanders menemukan bahwa dalam naskah Qumran disebutkan dua macam perjanjian yang sebenarnya mengacu pada hal yang sama yaitu new covenant dan old covenant (the Mosaic covenant). New covenant yang dibicarakan adalah hal yang tersembunyi dalam old covenant namun hanya bisa dilihat oleh true Israel. Sanders memandang dalam komunitas Qumran, keberadaan seseorang yang akan diselamatkan atau tidak, terkait dengan apakah apakah berada dalam new covenant atau tidak. Seseorang yang ada di luar perjanjian tidak akan diselamatkan.
Komunitas Qumran memahami bahwa penebusan bukan sebagai persembahan namun perilaku kehidupan. Perilaku hidup sebagai penebusan tidaklah terkait dengan keberadaan orang-orang yang di luar perjanjian. Ini berarti penebusan bukanlah sarana keselamatan namun sarana untuk tetap berada dalam perjanjian.

b. Markus Bockmuehl
Gagasan umat perjanjian dalam Qumran bersifat paradoks. Satu sisi komunitas Qumran memahami bahwa keselamatan itu telah dipredestinasikan Allah, namun di sisi lainnya keselamatan adalah karena pilihan individual seseorang untuk bertobat (meninggalkan kehidupan yang jahat dan membuang segala kekerasan hatinya), kemudian masuk ke dalam komunitas. Paradoks kedua adalah walaupun keselamatan telah dipredestinasikan, namun sama seperti seseorang dengan pilihannya sendiri masuk dalam komunitas maka seseorang atas pilihannya sendiri dapat meninggalkan komunitas atau jadi murtad dan orang seperti ini akan dibinasakan Tuhan.
Ketaatan pada perintah Tuhan adalah tanda orang yang dibenarkan. Sebaliknya orang yang melawan peraturan Tuhan adalah mereka yang dikategorikan atau diidentikkan sebagai orang murtad atau fasik. Orang berdosa akan dikeluarkan dari komunitas kecuali orang tersebut bertobat dari kefasikannya. Gagasan ini menyatakan secara tidak langsung bahwa yang menentukan seseorang masuk dalam perjanjian adalah ketaatan orang tersebut.

c. Simon J. Gathercole
Simon J. Gathercole melihat dalam naskah Qumran (CD 7:3-6) ditegaskan bahwa siapa saja yang berjalan dalam kesucian dan berjalan sesuai dengan hukum-hukum Tuhan, maka orang tersebut akan terus berada dalam perjanjian dengan Allah dan ia akan hidup selamanya. Namun, Gathercole juga melihat bahwa dasar keyakinan komunitas Qumran akan keselamatan mereka kelak bukan hanya terletak pada status mereka sebagai election dan karena predestinasi namun juga karena their obedience to the law.

Pandangan Pribadi
Menurut pendapat saya, keselamatan manusia hanyalah karena anugerah Allah. Namun, aspek perjanjian dan hukum tetap penting untuk diperhatikan karena perjanjian merupakan cara Allah mendidik umat-Nya untuk masuk ke dalam keselamatan itu. Perjanjian berhubungan dengan ketaatan, tetapi ketaatan bukanlah hal yang menentukan seseorang diselamatkan karena keselamatan tetap merupakan anugerah dari Allah. Ketaatan pada hukum hanyalah hal yang menentukan seseorang masuk dalam perjanjian, hal ini juga dinyatakan oleh Andrew Das dalam bukunya Paul, The Law, and The Covenant. Selain itu perjanjian juga berhubungan dengan pertobatan. Namun saya tidak setuju dengan pendapat Markus Bockmuehl yang menyatakan bahwa “orang berdosa akan dikeluarkan dari komunitas kecuali orang tersebut bertobat dari kefasikannya”. Menurut saya, meskipun seseorang melakukan kejahatan, ia tetap berada dalam lingkungan perjanjian. Untuk itulah diperlukan pertobatan.
Perjanjian tidak dapat menyelamatkan seseorang. Perjanjian adalah suatu sarana supaya seseorang atau umat Allah tetap tinggal di dalam anugerah itu. Perjanjian diberikan supaya setiap orang percaya memiliki hubungan yang kekal dengan Allah. Perjanjian juga berhubungan dengan penebusan karena menurut saya penebusan Kristus di kayu salib merupakan penggenapan perjanjian Allah dengan umat-Nya. Oleh karena itu saya tidak setuju dengan pendapat Sandes yang menyatakan bahwa penebusan bukanlah sarana keselamatan, namun sarana untuk tetap berada dalam perjanjian. Saya juga tidak setuju dengan pendapat Markus Bockmuehl yang mengatakan bahwa penebusan itu hanya berlaku untuk orang-orang yang ada dalam komunitas perjanjian sedangkan untuk orang yang di luar komunitas perjanjian dan yang tidak bertobat penebusan itu tidak berlaku. Karena menurut saya, penebusan yang dilakukan oleh Kristus berlaku untuk semua orang, kematian Kristus adalah untuk menghapus dosa semua orang bukan hanya orang yang ada dalam perjanjian sehingga melalui penebusan Kristus semua orang bisa diselamatkan.
Dari sisi lain, saya juga tidak setuju dengan pandangan Sanders yang menyatakan bahwa “orang atau bangsa yang termasuk dalam ikatan perjanjian dengan Allah adalah mereka yang dipilih dan ditentukan oleh Allah”. Karena menurut saya anugerah Allah bersifat universal, begitu juga dengan perjanjian Allah. Siapa saja bisa masuk ke dalam perjanjian Allah, meskipun memang dalam kenyataannya bahwa Allah memilih bangsa Israel sebagai umat perjanjian, namun dengan tujuan agar melalui Israel ini semua orang diharapkan untuk masuk menjadi komunitas perjanjian. Selain itu, kalau dikatakan bahwa Allah telah memilih dan menentukan orang atau bangsa yang termasuk dalam ikatan perjanjian, hal ini berarti bahwa Allah itu “pilih kasih” dan tidak mengasihi secara sempurna. Dan ini juga berarti bahwa akan ada orang-orang yang tidak akan diselamatkan.

Kesimpulan
Komunitas Qumran adalah sebuah komunitas yang eksklusif dan ekstrim. Jadi mungkin menurut mereka perjanjian hanya berlaku untuk komunitas mereka saja. Mereka menganggap diri mereka sebagai sisa bangsa Israel yang benar, yang mungkin mewarisi sejarah perjanjian Allah dengan Umat-Nya. Di atas telah dibahas pandangan beberapa tokoh mengenai perjanjian dalam komunitas Qumran, di mana perjanjian dihubungkan dengan ketaatan seseorang pada hukum, pertobatan dan penebusan. Dan ada yang berpendapat bahwa orang yang tidak masuk ke dalam perjanjian, tidak akan diselamatkan (misalnya E.P. Sanders).
Namun, menurut saya, perjanjian hanyalah sarana atau cara Allah untuk melibatkan umat-Nya masuk ke dalam anugerah keselamatan itu. Sebab selamat atau tidaknya seseorang hanyalah ditentukan oleh anugerah Allah, bukan karena ketaatannya pada perjanjian. Perjanjian bukanlah suatu “materai” yang menentukan orang diselamatkan atau tidak. Dan semua orang berhak masuk ke dalam perjanjian dengan Allah itu. Atau dengan kata lain Allah tidak pernah membatasi orang-orang yang akan dipilih-Nya masuk ke dalam perjanjian-Nya. Oleh karena itu menurut saya, orang yang telah berbuat jahat pun bisa masuk ke dalam perjanjian Allah dengan satu syarat yaitu pertobatan. Namun bukan berarti perjanjian merupakan suatu hal yang “murahan”, karena hubungan perjanjian adalah suatu hubungan yang istimewa antara Allah dan umat-Nya.

Relevansi
Pada konteks masa kini kita adalah orang-orang yang termasuk dalam perjanjian dengan Allah. Namun hal ini bukan berarti kita sudah berhak atas keselamatan Allah. Ada hal yang perlu kita lakukan seperti melakukan atau menaati setiap hukum-hukum Allah yang dicatat dalam Alkitab. Dengan cara menaati hukum-hukum Allah itu berarti kita masih menghargai hubungan perjanjian kita dengan Allah. Selain itu, untuk orang yang mungkin pernah menjadi seorang percaya namun di tengah perjalanan hidupnya mengalami kegagalan dan kehidupannya menjauh dari Allah, jangan terus menjauh dari Allah atau merasa “kecil hati”, karena hubungan perjanjian kita dengan Allah masih bisa dipulihkan dengan pertobatan. Allah akan menghukum setiap umat-Nya yang melakukan kesalahan, namun kesempatan untuk bertobat dan memulihkan kembali hubungan perjanjian yang pernah rusak dengan Allah masih terbuka lebar bagi kita yang mau bertobat.
Selain itu, kita yang hidup sebagai umat Kristen pada saat ini jangan menganggap diri yang paling benar karena sudah masuk dalam perjanjian dengan Allah, namun kita harus terus berusaha terus untuk mencari anggota-anggota komunitas perjanjian Allah yang baru agar semua manusia bisa menjadi anggota komunitas perjanjian Allah. Kita harus tetap mengingat bahwa perjanjian adalah sarana atau cara Allah dalam mendidik umat-Nya. Perjanjian bukanlah penentu seseorang diselamatkan atau tidak, karena keselamatan hanyalah oleh anugerah Allah semata. Gereja bukanlah sebuah komunitas yang eksklusif namun sebuah komunitas yang juga memikirkan bagaimana jumlah anggota komunitas perjanjian Allah semakin bertambah.


Kepustakaan
Wahono, S. Wismoady, Di Sini Kutemukan. Jakarta: BPK Gunung Mulia. 2004.

Sanders, Paul and Palestinian Judaism. Philadelphia: Fortress. 1977.

Bockmuehl, Markus, “IQS and Salvation at Qumran,” Justification and Variagated Nomism Vol 1.

Das, A. Andrew, Paul, The Law and The Covenant. Peabody: Hendrickson, 2001.

Gunawan, Candra, Diktat Yudaisme BAK; “Book Report 2”. STT Cipanas. 2009.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar