Kamis, 22 April 2010

“SUKACITA YANG BERAKHIR KECEWA” (Matius 21:33-46)

Oleh: Sarmen Sababalat

Karakter dari perumpamaan itu adalah sebagai berikut:
1. Tuan tanah, yang dikatakannya: “Anakku akan mereka segani”
Yang dilakukan: membuka kebun anggur, membuat pagar di sekelilingnya, menggali lubang tempat memeras anggur, mendirikan menara jaga di dalam kebun itu, menyewakan kepada penggarp-penggarap, berangkat ke negeri yang lain, menyuruh hamba-hambanya kepada penggarap, menyuruh anaknya, membinasakan penggarap-penggarap itu.
2. Hamba-hamba dan anak. Yang dikatakan: -
Yang dilakukan: pergi kepada penggarap-penggarap kebun anggur untuk menerima hasilnya.
3. Penggarap-penggarap, yang dikatakannya: “inilah ahli warisnya, mari kita bunuh dia supaya warisannya menjadi milik kita”.
Yang dilakukan: menangkap hamba-hamba dan anak tuan tanah, melemparkan anaknya dan membunuh anaknya.

Pesan yang dibawa:
1. Tuan tanah: mengharapkan hasil yang baik untuk mendapatkan keuntungan
2. Hamba-hamba dan anak: melaksanakan tugas
3. Pengagarp-penggarap: kuatir akan posisi atau kedudukan mereka akan tergeser.

Perumpamaan tentang penggarap-penggarap kebun anggur merupakan perumpamaan yang disampaikan oleh Yesus kepada para ahli taurat, imam-imam kepala orang-orang Farisi, dan orang banyak. Karena pasal 21:23, di situ dikatakan bahwa Yesus masuk ke dalam Bait Allah untuk mengajar orang banyak, ketika itu datanglah orang Farisi untuk menanyakan kuasa mana yang Yesus pakai, demikian juga dalam 21:45. Perumpamaan tentang penggarap-penggarap kebun anggur memiliki beberapa karakter yang membawa tugasnya masing-masing. Tuan tanah membuka lahannya untuk mendapatkan hasil, hamba-hamba dan anak melaksanakan tugasnya untuk menerima hasil, dan penggarap-penggarap melaksanakan tugas untuk bekerja agar hasilnya banyak. Dengan sukacita tuan tanah membuka lahannya dan mempekerjakan para penggarap di kebunnya, dengan sukacita juga ia menyuruh para hambanya mengambil hasil bagiannya. Dengan sukacita juga sang anak dari tuan tanah mendatangi kebun anggur ayahnya dan dengan sukacita juga para penggarap kebun anggur mengerjakan kebun tuan tanah itu. Namun, semua sukacita ini berakhir dengan kekecewaan. Karena kecewa terhadap para penggarap kebun anggur, tuan tanah itu menyuruh hamba-hambanya yang kedua untuk menjumpai para penggarap, karena kecewa hamba-hambanya sudah dibunuh kemudian tuan tanah itu menyuruh anaknya menjumpai para penggarap itu dan terakhir karena sudah sangat kecewa terhadap para penggarap itu yang telah membunuh hamba-hambanya dan anaknya yang tunggal akhirnya tuan tanah itu pun membinasakan para penggarap yang jahat itu, dan mungkin karena kecewa terhadap tuan tanah itu sehingga para penggapar membunuh hamba-hamba dan anak tunggal tuan tanah itu. Jadi, tema yang dibawa oleh ketiga karakter di atas adalah sukacita yang berakhir kecewa.

A. Konteks Literer Perumpamaan
1. Relasi Intratekstual/Co-Teks
Perumpamaan penggarap-penggarap kebun anggur yang jahat dan penjelasannya (21:33-46) adalah perumpamaan yang disampaikan oleh Yesus atau yang dikotbahkan oleh Yesus ketika Dia berada di dalam Bait Allah mengajar orang banyak. Ketika Yesus sedang mengajar orang banyak itu, lalu tiba-tiba imam-imam kepala dan orang-orang Farisi datang untuk menanyakan kepada Yesus dengan kuasa apa yang Dia pakai untuk mengajar orang banyak itu. Perumpamaan tentang penggarap-penggarap kebun angur ini memiliki relasi atau mirip dengan Markus 12:1-12 dan Lukas 20:9-19. Dalam perumpamaan itu terdapat persamaan dan perbedaan antara Injil Matius, Markus dan Lukas. Persamaannya dapat dilihat dari strukturnya, dimana setiap awal kotbah perumpamaan Yesus diawali dengan penyebutan tokoh dalam perumpamaan tersebut yaitu tuan tanah (Mat 21:33; Mrk 12:1; Luk 20:9). Kemudian dilanjutkan dengan narasi perumpamaan (Mat 21:34-41; Mark 12:2-9; Luk 20:10-16) dan diakhiri dengan pemberian suatu pertanyaan yang membawa mereka kepada perumpamaan yang Yesus sampaikan itu (Mat 21:42; Mark 12:10-11; Luk 20:17-18). Perbedaannya terletak kepada pendengar. Lembaga Alkitab Indonesia menjelaskan pendengar di dalam Injil Matius ialah orang banyak dan imam-imam kepala dan orang-orang Farisi. Dalam Injil Markus dan Lukas dikatakan hanya orang banyak saja. Ini tidak langsung ditunjukkan oleh Matius sendiri.
Bagaimana hubungan tekstual 21:33 dengan 21:23? Hubungan keduanya tampak berkaitan yaitu bahwa Yesus menyampaikan kotbah perumpamaan ini di Bait Allah. Dilaporkan bahwa orang-orang banyak sedang berkumpul di dalam Bait Allah atau sinagoge dan orang banyak sedang duduk mendengarkan kotbah Yesus sedangkan imam-imam kepala dan orang-orang Farisi ketika mereka mendengar bahwa Yesus sedang mengajar orang banyak itu, mereka datang untuk menanyakan Dia. Hal itu mereka lakukan tak lain dan tak bukan ialah untuk mencobai Yesus. Mereka tidak mendapatkan jawaban atas apa yang mereka pertanyakan kepada Yesus. Sehingga mereka sangat dongkol sekali atas jawaban yang diberikan oleh Yesus.
Bagaimana hubungan dengan perumpamaan sesudahnya (22:1-14)? Hubungannya serupa dan itu bersangkut paut yaitu bahwa perumpamaan itu berbicara tentang Kerajaan Allah. Kerajaan Allah itu ibarat seorang raja yang mengadakan perjamuan kawin. Jadi hubungan antara perumpamaan-perumpamaan yang disampaikan Yesus ialah tentang kotbah Kerajaan Allah.
Perumpamaan penggarap kebun anggur berbicara tentang rahasia Kerajaan Allah (ayat 43). Dimana Kerajaan Allah sama seperti batu yang dibuang oleh tukang bangunan dan sama dengan perbuatan-perbuatan yang dilakukan oleh para penggarap-penggarap kebun anggur itu.

2. Desain Literer (Literary Design)
Perumpamaan penggarap-penggarap kebun anggur terdiri dari tiga bagian:
21:33 Pembukaan
21:34-41 Narasi perumpamaan dan akhirnya menuju kerajaan surga
21: 42-44 Kesimpulan dan penjelasan perumpamaan.
Perubahan suasana terjadi pada saat Yesus memberikan suatu pertanyaan retorik mengenai batu yang dibuang oleh tukang bangunan. Perubahan suasana tersebut dibawa kepada Kerajaan Surga. Hal ini disangkutpautkan karena perumpamaan penggarap-penggarap kebun anggur itu mengarahkan kepada Kerajaan Allah yang akan diambil dari mereka.

3. Latar (Setting)
Bagian berikut menelaah dua bentuk latar, yakni latar di luar perumpamaan dan latar di dalam perumpamaan. Latar luar perumpamaan adalah latar literer, sedangkan latar dalam perumpamaan adalah unsur-unsur kehidupan masyarakat Palestina kuno yang digunakan dalam perumpamaan. Secara literer, latar perumpamaan tentang penggarap-penggarap kebun anggur hampir mirip dengan perumpamaan tentang dua orang anak (21:28-32). Latar perumpamaan secara literer meliputi bait suci, murid-murid, orang banyak dan imam-imam kepala dan orang-orang Farisi (21:23). Sedangkan latar dalam meliputi tuan tanah, hamba I, hamba II, anak, kebun anggur, pagar, lubang, menara, penggarap-penggarap.
Istilah georgoi menunjukkan bahwa pengarap dalam perumpamaan ini berjumlah lebih dari satu. Dibutuhkan penggarap yang berjumlah banyak agar mendapatkan hasil yang maksimal. Dalam perumpamaan ini digunakan istilah menyewakan yang artinya tuan tanah itu memberikan kepercayaan kepada para penggarap kebun anggur itu untuk mengelola kebunnya, mengusahakan dan berusaha bagaimana mendapatkan hasil yang maksimal. Dalam perumpamaan tentang penggarap-penggarap kebun anggur itu, berulang kali dikatakan tuan tanah itu mengirim hamba-hambanya, baik hamba I, maupun hambanya yang lain, bahkan mengirim anaknya yang tunggal. Namun para penggarap kebun anggur itu tidak mengizinkan mereka datang, tetapi mereka membunuh dia.
Tuan tanah membuka lahan kebun anggur. Tidak disebutkan berapa luas tanah yang ia buka. Namun dapat ditarik kesimpulan bahwa pastilah lahannya sangat luas karena mampu mempekerjakan orang begitu banyak. Kemudian dia membuat pagar di sekelilingnya. Kemungkinan ini untuk mencegah binatang-binatang atau siapa saja yang mau merusak kebun anggur itu. Ia juga menggali lubang tempat untuk memeras anggur itu supaya anggur itu lebih baik dan hasilnya bisa banyak. Ia juga mendirikan menara jaga yang menjadi tempat para penjaga menjaga kebun anggur itu supaya tidak diambil atau dicuri oleh orang lain. Karena begitu luas kebun itu, kemungkinan menara jaganya sangat tinggi sehingga mampu untuk melihat dari ujung satu ke ujung yang lain. Lalu ia pun menyewakan kepada penyewa dan berharap hasilnya nanti dapat dibagi.

B. Makna Perumpamaan
4. Karakter dan Pokok Ajaran
Pembacaan berikut menghindar dari penafsiran alegoris karena berangkat dari karakter sebagai pembawa tema. Blomberg masih menjelaskan secara alegoris. Dia berpendapat bahwa penggarap-penggarap kebun anggur menunjuk kepada Allah dan penyewa ialah bangsa Israel. Dia hanya terfokus kepada karakter penggarap-penggarap atau penyewa. Tetapi untuk menghindari penafsiran alegoris itu, maka kita akan melihat karakter dalam perumpamaan itu, apa yang dikatakan, dan apa yang dilakukan. Hal ini untuk menghindarkan kita dari tanggapan beberapa ahli yang masih mengartikannya secara alegoris.
Dalam perumpamaan penggarap-penggarap kebun anggur (21:33-46), terdapat tiga karakter yang muncul. Karakter pertama ialah tuan tanah. Tuan tanah membuka kebun anggur. Tidak disebutkan di sini berapa luas tanah yang dia buka. Hanya yang dikatakan bahwa dia membuka tanah saja (ayat 33). Membuka tanah yang cukup luas membuat para penyewa dengan senang hati menyewanya. Tanah yang dia buka yang kira-kira cukup luas membutuhkan para pekerja yang banyak dan mampu mengelola dengan baik. Kemudian tuan tanah juga membuat pagar di sekelilingnya. Hal ini dia lakukan untuk menghindari kebun anggur itu dari binatang buas dan binatang itu bisa masuk ke dalam kebun dan merusak semua kebun anggur itu. Kemudian dia menggali lubang tempat untuk memeras buah anggur. Anggur itu harus diperas dan bisa langsung dijual. Kemudian dia membangun menara jaga. Menara ini dibuat tinggi agar sudut yang satu dengan sudut yang lain bisa kelihatan oleh penjaga kebun anggur itu. Hal ini juga dia buat agar melihat kalau-kalau ada bahaya atau binatang buas yang masuk ke dalam kebun anggur dan juga untuk mengintai pencuri selama musim panen dan juga tempat untuk para pekerja. Kemudian tuan tanah ini menyewakan kepada penyewa atau penggarap-penggarap itu. Tidak disebutkan berapa harga sewanya. Hanya dia menyewakan saja. Setelah dia menyewakannya, dia pergi ke negeri lain. Tidak disebutkan juga berapa lama dia di negeri lain. Tetapi kita dapat mengidentifikasikan bahwa dia pulang pada musim panen anggur. Ketika tiba musim panen, ia menyuruh hamba-hambanya kepada penggarap-penggarap itu untuk menerima hasil dari kebun anggur itu. Tetapi tidak berhasil. Dia menyuruh lagi hamba yang lain, nasib mereka juga sama dengan hamba yang pertama. Akhirnya dia menyuruh anaknya yang tunggal karena mungkin pikirnya, “anakku ini akan mereka segani”. Tetapi nasib anak ini juga sama dengan hamba-hamba yang pergi dan yang dibunuh. Malah lebih buruk lagi perlakuan yang mereka lakukan. Karena merasa kesal dan marah dalam diri tuan tanah ini, maka dia sendiri yang datang untuk menghabiskan atau membunuh penggarap-penggarap kebun angur itu karena mereka tidak bisa dipercaya untuk membagi hasilnya.
Karakter kedua kita lihat hamba-hamba dan seorang anak (ayat 34-39). Mereka tidak mengatakan apa-apa. Tetapi mereka melakukan tugas mereka dengan sukacita sebagai orang upahan dan juga seorang anak. Mereka melaksanakan tugas itu karena mereka bekerja dari tuan tanah itu dan anaknya ini adalah anak dari tuan tanah ini. Tetapi ketika mereka pergi kepada penggarap-penggarap kebun anggur itu, kekecewaan yang mereka rasakan, mereka mendapat perlakuan yang tidak benar dan sadis dari penggarap-penggarap kebun anggur itu. Mereka dilempari dengan batu, ditangkap dan bahkan ada yang dibunuh. Akhirnya yang diutus adalah anaknya sendiri. Dia pun mendapat nasib yang sama. Dia ditangkap, dibunuh, sama seperti yang mereka perbuat kepada hamba-hamba itu. Dengan penuh keyakinan kita melihat bahwa hamba-hamba dan seorang anak melaksanakan tugas mereka dengan baik. Mereka dipercaya untuk menerima bagian dari tuan tanah itu. Tetapi karena iri hati yang dimiliki oleh penggarap-penggarap kebun anggur itu, mereka membinasakan mereka semua.
Karakter ketiga kita lihat ialah penggarap-penggrarap kebun anggur. Tidak disebutkan berapa jumlah penggarap-penggarap ini. Namun dapat dipastikan bahwa penggarap-penggarap ini banyak karena melihat luas tanah yang telah dibuka oleh tuan tanah itu. Mereka menyewa kebun anggur itu dari tuan tanah. Mereka mendapat kepercayaan untuk mengelola kebun anggur itu supaya berbuah banyak dan hasilnya nanti dapat dibagi-bagikan dengan tuan tanah itu. Dengan tekun mereka mengelola dan berhasil dengan buah yang banyak. Tetapi tidak disebutkan berapa hasilnya. Hanya mereka sangat senang bahwa anggur itu bisa berbuah banyak dan menghasilkan uang yang banyak pula. Timbullah rasa iri hati dalam diri mereka. Terlihat bahwa ketika tiba musim panen, ketika tuan tanah menyuruh hamba-hambanya dan juga anaknya untuk menerima bagiannya, mereka malah membunuh mereka. Apalagi ketika anaknya datang, mereka berpikir dan mereka takut akan posisi mereka bahkan kedudukan mereka. Mereka kuatir kalau-kalau mereka tidak akan memiliki kebun anggur itu kalau anaknya ini masih hidup. Maka mereka membunuhnya.
Kesabaran pemilik kebun telah habis. Dengan membunuh anaknya, para penggarap itu telah membuat kesalahan yang mendatangkan malapetaka. Pemilik itu akhirnya mengusir para penggarap-penggarap kebun dan memprakarsai untuk membawa mereka ke pengadilan; dia menuntut hak penuh atas harta miliknya, dan menunjuk penggarap-penggarap lain untuk merawat kebun anggurnya. Orang-orang ini adalah hamba-hamba yang akan memberi dia bagian hasil yang sudah ditentukan pada waktu musim panen. Tuan tanah itu lalu mengambil kembali kebun anggur itu dan diserahkan kepada yang lain yang mampu dan mau membagi hasilnya secara rata.
Dari karakter di atas, kita dapat menarik tema sukacita yang berakhir kecewa. Tuan tanah membuka lahannya untuk mendapatkan hasil, hamba-hamba dan anak melaksanakan tugasnya untuk menerima hasil, dan penggarap-penggarap melaksanakan tugas untuk bekerja agar hasilnya banyak. Dengan sukacita tuan tanah membuka lahannya dan mempekerjakan para penggarap-penggaarap di kebunnya, dengan sukacita juga ia menyuruh para hambanya mengambil hasil bagiannya. Dengan sukacita juga sang anak dari tuan tanah mendatangi kebun anggur ayahnya dan dengan sukacita juga para penggarap-penggarap kebun anggur mengerjakan kebun tuan tanah itu. Namun, semua sukacita ini berakhir dengan kekecewaan. Karena kecewa terhadap para penggarap kebun anggur, tuan tanah itu menyuruh hamba-hambanya yang kedua untuk menjumpai para penggarap, karena kecewa hamba-hambanya sudah dibunuh kemudian tuan tanah itu menyuruh anaknya menjumpai para penggarap itu dan terakhir karena sudah sangat kecewa terhadap para penggarap itu yang telah membunuh hamba-hambanya dan anaknya yang tunggal akhirnya tuan tanah itu pun membinasakan para penggarap yang jahat itu, dan mungkin karena kecewa terhadap tuan tanah itu sehingga para penggarap-penggarap membunuh hamba-hamba dan anak tunggal tuan tanah itu. Jadi, tema yang dibawa oleh ketiga karakter di atas adalah sukacita yang berakhir kecewa.

5. Konsep Teologis
• Kemuridan (dicipleship) dan Kerajaan Allah
Perumpamaan tentang penggarap-penggarap kebun anggur mengajarkan relasi murid dan Kerajaan Allah. Ketiga karakter yang dimunculkan dalam perumpamaan tersebut yang menjelaskan tentang kepercayaan, maka hal ini disangkutpautkan dengan murid-murid Yesus bahwa mereka yang sudah menerima tugas sebagai rasul, harus mampu melakukan tugas itu dengan baik. Mereka harus menyerahkan segala sesuatunya kepada Tuhan. Jangan sampai ada rasa iri hati atau kekecewaan yang dimiliki oleh murid-murid Yesus. Perumpamaan tentang penggarap-penggarap kebun anggur itu mengajarkan supaya murid-murid sebagai orang kepercayan Tuhan dapat melaksanakan tugas itu dengan sukacita dan menghilangkan rasa kecewa dalam diri mereka sehingga pada akhirnya mereka tidak mengecewakan Allah. Hasilnya, tidak dapat dipastikan. Hanya mereka harus melaksanakan tugas itu dengan baik. Masalah hasil, hanya Tuhan yang tahu. Menjadi murid berarti menjadi orang kepercayaan Tuhan.
Kisah yang diceritakan oleh Yesus ini dengan mudah diterima oleh pendengar-Nya. Perumpamaan ini menggambarkan satu situasi nyata di mana seorang pemilik tanah yang bertempat tinggal di lain tempat sekali-sekali mengirim seorang hamba untuk mengumpulkan bagian sebagaimana mestinya dari penghasilan tahunan kebun anggurnya. Para pendengar mengetahui keadaan yang digambarkan oleh Yesus di dalam perumpamaan ini; mereka dapat membayangkan akhir dari kisah ini dan menyetujui pelaksanaan peradilan.

• Kristologi
Perumpamaan ini memiliki fokus kristologis tertentu sebagaimana ditulis oleh penulis-penulis Injil. Pembunuhan terhadap anak pemilik kebun anggur menyebabkan kematian penggarap-penggarap kebun anggur yang tidak dapat dihindarkan, dan penolakan batu itu menyebabkan kemuliaan yang mengagumkan. Karena itu, perumpamaan ini mengajarkan gambaran yang paralel dengan penolakan terhadap anak pemilik kebun dan penolakan terhadap batu. Kedua gambaran ini melukiskan Anak Allah.
Matius tampaknya mengisyaratkan adanya dua kelompok nabi, yaitu nabi-nabi pendahulu dan nabi-nabi terakhir, dengan menyebutkan dua kelompok hamba yang diutus secara terpisah oleh pemilik kebun untuk mengumpulkan bagian hasil kebun anggur. Dia tidak memberikan rincian lebih lanjut mengenai anak pemilik kebun tersebut. Tetapi Markus dan Lukas menyebutnya sebagai "anakku yang kekasih" yang melahirkan konotasi sebagai Anak Tunggal. Sebutan "anakku yang kekasih" digunakan pada waktu pembaptisan Yesus dan pada saat Yesus berubah rupa ketika dimuliakan di atas gunung. Juga, Markus menulis bahwa pemilik kebun itu mengutus anaknya di urutan paling akhir. Kata paling akhir jelas sekali digemakan di dalam ayat-ayat pembukaan dari surat kepada orang Ibrani, "Setelah pada zaman dahulu Allah berulang kali dan dalam pelbagai cara berbicara kepada nenek moyang kita dengan perantaraan nabi-nabi, maka pada zaman akhir ini Ia telah berbicara kepada kita dengan perantaraan Anak-Nya, yang telah Ia tetapkan sebagai yang berhak menerima segala yang ada." (Ibrani 1:1).
Lebih lanjut Markus mengatakan bahwa anak pemilik kebun itu dibunuh di dalam kebun anggur, Matius dan Lukas menulis bahwa penggarap-penggarap kebun anggur mengambil anak tersebut, melemparkannya ke luar kebun anggur, dan kemudian membunuh dia. Implikasinya adalah penggarap-penggarap kebun meninggalkan tubuh anak itu di sana, sehingga kalau ada orang yang melihatnya, mereka akan datang dan menguburkan anak yang sudah dibunuh itu. Sekali lagi pembaca merasakan gema di dalam surat kepada orang Ibrani: "Itu jugalah sebabnya Yesus telah menderita di luar pintu gerbang untuk menguduskan umat-Nya dengan darah-Nya sendiri" (Ibrani 13:12).
Jika perumpamaan ini berakhir dengan kematian si anak dan kedatangan pemilik tanah ke kebun anggur, maka pengorbanan nyawa si anak menjadi tidak meyakinkan. Pemilik tanah dapat datang ke kebun anggur segera setelah hamba-hambanya dianiaya. Kemuliaan anak tidak dapat dilukiskan dengan perumpamaan ini, tetapi melalui motif penolakan dimana perumpamaan ini oleh Yesus, dihubungkan dengan Mazmur 118. Kutipan Kitab Mazmur ini menyatakan bahwa batu yang dibuang itu diberikan tempat yang paling penting dari semua batu yang ada di dalam kompleks bangunan. Tuhan telah mengangkat batu penjuru itu ke tempat yang mulia.
Dengan sengaja Yesus menjalin perumpamaan tentang penggarap-penggarap kebun anggur dengan perumpamaan tentang batu yang dibuang dengan mengatakan, "Sebab itu, Aku berkata kepadamu, bahwa Kerajaan Allah akan diambil dari padamu dan akan diberikan kepada suatu bangsa yang akan menghasilkan buah Kerajaan itu. Dan barangsiapa jatuh ke atas batu itu, ia akan hancur dan barangsiapa ditimpa batu itu, ia akan remuk" (ayat 43-44). Kerajaan Allah menjadi kebun anggur dimana orang-orang lain mengusahakan buahnya. Pada saat yang sama, batu yang dibuang itu menghancurkan dan meremukkan lawan-Iawan si anak. "Kebun anggur" dan "batu bangunan" merupakan metafora yang dapat dimengerti dengan mudah oleh pendengar yang terlatih secara teologis oleh pemimpin-pemimpin agama. Dari nubuat nabi Yesaya mereka mengetahui, "sebab kebun anggur TUHAN semesta alam ialah kaum Israel, dan orang Yehuda ialah tanam-tanaman kegemaran-Nya" (Yesaya 5:7). Dan dari nubuat yang sama mereka mengetahui bahwa "Tetapi TUHAN semesta alam ... Ia akan menjadi tempat kudus ... menjadi batu sentuhan dan batu sandungan bagi kedua kaum Israel itu ... dan banyak di antara mereka akan tersandung, jatuh dan luka parah, ... " (Yesaya 8:13-15) [21].
Pokok dari perumpamaan dan kutipan dari Mazmur ini tidak lepas dari pemimpin-pemimpin agama. Ketiga penulis Injil menulis "mereka mengetahui bahwa Yesus telah mengatakan tentang perumpamaan itu untuk menentang mereka." Kenyataannya, mereka diremukkan oleh Anak yang mereka tolak, tetapi yang dimuliakan oleh Allah.

C. Efek Perumpamaan
Efek perumpamaan dilihat dari tiga lapis sejarah: lapisan pelayanan Yesus, lapisan jemaat Kristen purba dan lapisan jemaat Kristen kontemporer. Pembacaan perumpamaan dilakukan dalam tiga lapisan sejarah.

1. Pendengar pertama
Efek perumpamaan ketika masih dalam bentuk lisan oleh Tuhan Yesus kepada pendengar kotbah-Nya. Meski ada kemungkinan Yesus berbicara dalam bahasa Yunani, tetapi leih besar kemungkinannya perumpamaan tersebut disampaikan dalam bahasa Aram. Yesus mengalamatkan perumpamaan ini kepada imam-imam kepala, orang-orang Farisi dan ahli-ahli Taurat. Mereka pasti cepat memperhatikan kutipan dari nubuat nabi Yesaya:
Aku hendak menyanyikan nyanyian tentang kekasihku, nyanyian kekasihku tentang kebun anggurnya (Yesaya 5:1-2). Para pemimpin agama khususnya mengetahui bahwa perumpamaan ini ditujukan kepada mereka. Mereka menyadari bahwa Yesus menunjuk kepada nabi-nabi yang telah diutus Allah kepada bangsa Israel. Beberapa dari nabi-nabi ini dibunuh karena berita yang mereka bawa. Salah satunya adalah Zakharia, yang dibunuh di antara tempat kudus dan mezbah (2Tawarikh 24:20, 21; Matius 23:35). Dengan mahir Yesus mengajar arti dari perikop Perjanjian Lama yang sudah dikenal ini kepada pendengar-Nya. Ketika Yesus berbicara mengenai anak pemilik kebun yang telah diutus ke kebun anggur dan dibunuh oleh para penggarap kebun, sebenarnya Dia bernubuat tentang kematian-Nya yang akan datang.
Yesus bertanya kepada pendengar-Nya, "Maka apabila tuan kebun anggur itu datang, apakah yang akan dilakukannya dengan penggarap-penggarap itu?" Dia menggunakan kata-kata yang menyerupai kata-kata di dalam Nyanyian tentang Kebun Anggur (Yesaya 5:4, 5). Kata-katanya ditujukan kepada para pemimpin. Mereka telah menolak berita yang disampaikan Yohanes Pembaptis, dan mereka menanyakan kuasa Yesus dengan tujuan untuk menentang Dia secara terbuka. Sebenarnya, mereka menolak utusan Allah yang terakhir. Jawaban terhadap pertanyaan Yesus adalah bahwa ganti rugi yang cepat akan dibagikan kepada para penggarap yang kejam. Mereka akan dibunuh dan kebun anggur itu akan disewakan kepada penggarap-penggarap yang lain.
Yesus menyerukan langsung Mazmur 118 kepada kumpulan orang banyak, sebuah perikop dalam Alkitab yang dikenal oleh semua orang yang datang berdoa ke Yerusalem pada pesta perayaan Paskah. Mazmur ini dinyanyikan pada hari yang sudah ditetapkan selama pesta itu. Orang-orang yang ikut menyanyikan lagu-Iagu di dalam paduan suara adalah imam-imam, peziarah, dan kaum proselit yang menyanyikan puji-pujian Mazmur di depan pintu gerbang Bait Allah. Paduan suara para peziarah menyanyikan bagian Mazmur yang mengatakan tentang batu yang ditolak oleh tukang bangunan, tetapi menjadi batu penjuru (Mazmur 118:22-25). Dengan menunjuk kepada Mazmur yang terkenal ini dan khususnya ayat-ayat yang berhubungan dengan batu yang ditolak oleh tukang bangunan, Yesus bertanya kepada para pendengar apakah mereka tidak pernah membaca di dalam Kitab Suci (Mazmur 118:22-23).
Pertanyaan retorik ini diajukan oleh Yesus dan harus dijawab dengan pernyataan yang positif, yaitu: ya. Yesus mengalihkan perumpamaan dari penggarap-penggarap kebun anggur yang menolak para hamba ke tukang-tukang bangunan yang menolak batu. Dengan membunuh anak itu, penggarap-penggarap kebun anggur telah menghancurkan diri mereka sendiri, dan dengan membuang batu yang kemudian menjadi batu penjuru, tukang-tukang bangunan membuat diri mereka tampak bodoh. Karena perbuatan Tuhan, batu tersebut menjadi batu penjuru di bagian lengkungan atap sebuah bangunan. Semula, batu tersebut menunjuk ke salah satu bangunan dari kompleks bangunan di dalam bait Suci Salomo yang menjadi dasar di dalam bangunan. Jadi Yesus menggunakan perumpamaan untuk memanggil orang banyak percaya kepada-Nya. Apakah orang banyak yang mendengar perumpamaan tentang penggarap-penggarap kebun angur itu menerimanya? Tidak ada tanda-tanda yang jelas. Tetapi imam-imam kepala dan orang-orang farisi sangat ingin menangkap-Nya dan membunuh-Nya.

2. Pembaca Pertama
Ketika perumpamaan tentang penggarap-penggarap kebun anggur berubah dari bentuk lisan menjadi tulisan, maka efek perumpamaan pada jemaat purba ada yang mendengar saja tetapi tidak mengerti. Perumpamaan tentang penggarap-penggarap kebun angur mengajarkan tentang suatu tugas yang diberikan kepada setiap orang. Dapat dipercaya untuk menjadi berkat bagi banyak orang. Kelihatannya ada yang menerima dan ada yang tidak. Di situ kelihatan sekali bahwa ada pendengar yang mau menangkap Yesus dan mau membunuh-Nya. Mereka juga tidak menerima karena mereka sedang menghadapi penderitaan dan penganiayaan dari kelompok radikal Yahudi. Kelihatannya juga bahwa ada jemaat yang dipercaya untuk melaksanakan tugas tetapi karena mereka berada di dalam komunitas orang-orang Yahudi yang sangat menekankan taurat. Jemaat asuhan Matius dituntut untuk menjadi berkat bagi semua orang. Tentunya mereka harus menjadi orang kepercayaan bagi siapa saja. Apabila sudah memiliki kepercayaan yang teguh, maka apapun resikonya akan mampu dilalui.
3. Pembaca Kontemporer
Dalam hidup sehari-hari keberhasilan menyelesaikan suatu tugas atau tanggung jawab yang diberikan kepadanya mengakibatkan kepercayaan itu akan diberikan kepadanya. Tidak pandang bulu. Siapa saja dia, asal dia mau melakukan tugas dan tanggung jawabnya dengan sungguh-sungguh, maka dia akan dipercayakan untuk tugas yang lain. Perjalanan seseorang untuk mencapai puncaknya itu tidak gampang. Butuh proses yang sangat panjang. Pada awal perjalananya, dia hanya diberikan tugas kecil saja. Terhadap semuanya itu, maka seluruh kemampuan atau kepintaran yang dia miliki akan dia berikan untuk menyelesaikan tugas yang kecil itu. Keberhasilannya dengan pekerjaan yang sedikit itu, maka dia akan meningkatkan kinerjanya kepada yang lebih besar. Menjadi orang kepercayaan itu sangat sulit. Tetapi kalau kita belajar sedikit demi sedikit, maka kita akan menyelesaikan semuanya itu dengan baik. Oleh Karena itu, mulailah dengan hal-hal kecil yang dipercayakan kepada kita. Hal kecil itulah nantinya akan menguji kita apakah kita bisa menjadi berkat bagi banyak orang atau hanya kita sendiri yang menikmatinya. Lakukan semua pekerjaan atau tugas yang sudah diberikan Allah dengan sukacita surgawi, jauhkan perasaan kecewa supaya kita bisa membuat Allah sukacita dan menghasilkan sesuatu yang membuat Allah dan sesama kita berdukacita. Suatu pekerjaan yang diawali dengan kekecewaan pasti akan diakhiri dengan kekecewaan juga. Namun sebaliknya, pekerjaan yang dilakukan dengan sukacita akan diakhiri dengan sukacita pula. Dimana posisi kita saat ini sebagai pekerja Allah, apakah dalam kekecewaan atau dalam sukacita?


Outline Khotbah:

Tema: Kesabaran dan Kepercayaan
1. Membuka lahan dengan luas dan menunggu hasilnya
2. Menyewakan kepada orang lain

Tidak ada komentar:

Posting Komentar