Jumat, 23 April 2010

KONSEP LOGOS MENURUT INJIL YOHANES 1:1-18 SUATU PENELITIAN NARATIF

Oleh: Marta Sembiring

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Kristologi (ajaran mengenai Yesus Kristus) adalah salah satu tema yang mendasar dan penting dalam PB. Bahkan menurut Miller, yang dikutip oleh Sagala, ketuhanan Yesus merupakan pusat teologi PB. Kristologi merupakan bagian tujuan penulisan Injil Yohanes yaitu “supaya kamu percaya, bahwa Yesuslah Mesias, Anak Allah, dan supaya kamu oleh imanmu memperoleh hidup dalam nama-Nya” (Yoh. 20:31) juga dibahas dalam Yoh. 1:1-18 (prolog). Namun dalam prolog, Yohanes memakai kata Logos untuk identitas Allah yang berinkarnasi dalam diri Yesus. Dalam prolog Yohanes ada tiga pernyataan yang mengungkapkan Kristologi Logos: (a). Logos adalah Allah (1:1), (b). Logos adalah terang (1:4-5), (c). Logos adalah Anak Tunggal Allah yang menjadi manusia (1:14, 18).
Ada beberapa alasan penulis membahas mengenai konsep logos dalam prolog Injil Yohanes, yaitu; pertama, pada zaman Yohanes kata logos (firman) dipakai oleh begitu banyak orang, dengan begitu banyak arti, sehingga artinya menjadi sangat luas. Kata logos menunjuk pada apa yang diekspresikan manusia, sehingga diterjemahkan “kata”, “ucapan”, “pesan”, atau “firman”, tetapi kata firman juga dapat menunjuk pada apa yang menetap dalam pikiran manusia, sehingga diterjemahkan “pikiran”, “akal”, atau “logika”. Kemudian, bagaimana pengertian Yohanes dalam prolog Injilnya tentang istilah Firman (Logos)? Apakah Yohanes ingin menekankan hal yang sama dengan pemikiran orang-orang pada zamannya atau ada hal yang sangat berbeda mengenai logos yang ingin disampaikan oleh Yohanes? Karena itu, menarik untuk mengkaji konsep logos dalam Injil Yohanes.
Kedua, teologi logos merupakan hal yang sangat penting di dalam kekristenan di sepanjang zaman, karena inkarnasi logos merupakan titik awal penebusan Kristus di dunia. Dengan melihat pentingnya mempelajari konsep logos, apa sebenarnya tujuan Yohanes menerangkan konsep konsep logos dalam prolognya? Apakah konsep logos dituliskan Yohanes hanya untuk melawan pemahaman yang salah pada zamannya? Atau, apakah Yohanes menulis tentang konsep logos untuk membuktikan kepada para pembaca dan pendengarnya bahwa Yesus adalah Mesias, Anak Allah? Skripsi ini ditulis untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan ini. Ketiga, penulis melihat bahwa pemakaian kata logos (firman) pada jemaat-jemaat Indonesia sekarang pun masih terbatas. Masih banyak jemaat yang memahami kata logos (firman) hanya sebatas “perkataan” dan “pikiran” Allah yang diberikan kepada para nabi atau para rasul dan yang kemudian dituliskan dalam Alkitab.
Penulis memilih Injil Yohanes karena melihat Injil Yohanes memiliki keunikan sendiri dibandingkan ketiga Injil lainnya. Di mana Injil Yohanes langsung menekankan pentingnya identitas Yesus sebagai Allah dan manusia serta karya-Nya untuk dunia. Selain itu penulis juga melihat bahwa Injil Yohanes memiliki pendekatan tersendiri dalam menjelaskan Yesus sebagai Mesias, Anak Allah. Injil Yohanes sepertinya lebih bersifat kontekstual, hal itu terlihat dari pemakaian istilah logos yang dipakai dalam prolognya. Selain itu, istilah logos muncul 128 kali dalam Injil (NA 27 = UBS4). Istilah ini muncul 40 kali dalam Yohanes, 32 kali dalam Matius, 23 kali dalam Markus dan 32 kali dalam Lukas. Terlihat penggunaan istilah logos lebih dominan dalam Injil Yohanes dibanding tiga Injil lainnya. Jumlah yang dominan ini memperlihatkan bahwa pembahasan mengenai konsep logos dalam Injil Yohanes adalah perlu.
Alasan penulis memilih Yoh. 1:1-18 (prolog) karena bagian ini merupakan pendahuluan yang memperkenalkan tema-tema sekaligus rumusan ringkas tentang Injil Yohanes. Melalui pemakaian istilah logos dalam prolognya, penulis Injil Yohanes ingin memperkenalkan Yesus sebagai Allah dan manusia. Hal ini berarti Yoh. 1:1-18 memiliki relasi yang erat dengan keseluruhan Injil Yohanes.

1.2 Permasalahan
Dengan latar belakang di atas, ada beberapa permasalahan akan didiskusikan:
1. Apakah konsep sesungguhnya yang dimaksud Yohanes tentang logos?
2. Apa sebenarnya tujuan Yohanes menuliskan tentang logos pada awal Injilnya?
3. Bagaimana konsep logos menjawab permasalahan yang dihadapi oleh jemaat-jemaat asuhan Yohanes? Dan apakah konsep tersebut masih relevan untuk dilakukan pada masa kini di Indonesia?

1.3 Tujuan Penulisan
Berdasarkan uraian permasalahan di atas, maka tujuan penulisan skripsi ini adalah:
1. Menemukan konsep logos menurut Yohanes dengan metode penelitian naratif dan membandingkannya dengan pemikiran-pemikiran yang berkembang pada zaman Yohanes.
2. Mengetahui tujuan Yohanes menuliskan tentang logos dalam prolognya yang akan dikaitkan dengan tujuan penulisan keseluruhan Injil Yohanes.
3. Mengetahui bagaimana konsep logos yang dipaparkan Yohanes dapat menjawab masalah yang dihadapi oleh jemaat-jemaat asuhan Yohanes, dan relevansinya dengan kehidupan jemaat-jemaat Indonesia sekarang. Jadi, penulis mengharapkan melalui skripsi ini jemaat-jemaat Indonesia sekarang paling tidak memahami makna kata logos (firman) yang sebenarnya apabila dipandang dari perspektif Injil Yohanes.

1.4 Pembatasan Masalah
Penyelidikan terhadap konsep logos dibatasi pembahasannya pada Yoh. 1:1-18. Tujuan pembatasan masalah atau ruang lingkup pembahasan dalam skripsi ini supaya penulis lebih memfokuskan pembahasan hanya dalam Injil Yohanes khususnya Yoh. 1:1-18 dengan menggunakan metode penelitian naratif dan karena penulis melihat bahwa dalam Injil Yohanes hanya dalam prolognya konsep logos secara khusus dibahas.

1.5 Hipotesa
Logos tidak boleh dipahami secara sempit, yakni memaknainya hanya sebagai “kata”, “hal”, “akal”, “alasan” dan “pertanggungjawaban”. Ini adalah pandangan yang sempit karena menganggap bahwa logos hanya sebatas ungkapan saja, bukan pribadi. Dalam Injil Yohanes, Yesus identik dengan logos. Jadi, logos adalah inkarnasi Allah dalam diri Yesus. Logos adalah pribadi. Dalam Yoh. 1:1-18 terlihat beberapa identitas logos yaitu, Allah Pencipta, Terang dan Yesus (Anak Tunggal Bapa). Untuk melihat siapa sebenarnya logos maka dalam skripsi ini penulis akan memperlihatkannya berdasarkan metode penelitian naratif.


1.6 Metode Penelitian
Metode yang dipakai dalam skripsi ini adalah metode penelitian naratif dengan unsur-unsur sebagai berikut: relasi intratekstual, desain literer, latar, narator dan sudut pandang, karakter dan karakterisasi, plot, dan taktik literer dalam Yoh. 1:1-18. Mengingat skripsi ini adalah studi biblika maka jenis penulisan yang penulis gunakan adalah studi perpustakaan dan diskusi dengan dosen pembimbing.

1.7 Sistematika Penulisan
Seluruh hasil penelitian ini akan disusun atau disajikan dengan sistematika sebagai berikut:
Bab I dimulai dengan pendahuluan, yang menguraikan latar belakang, permasalahan, tujuan, pembatasan masalah, hipotesa, metode penelitian dan sistematika penulisan.
Bab II membahas latar belakang konsep logos dalam pemikiran filsafat Yunani, Yudaisme, Yahudi, dan PL. Tujuannya untuk melihat bagaimana pemikiran pada zaman Yohanes memahami konsep logos tersebut.
Bab III mencakup pembahasan tentang konsep logos menurut Yoh. 1:1-18 pembahasan dilakukan dengan menggunakan metode penelitian naratif dengan memperlihatkan relasi intratekstual, desain literer, latar, narator dan sudut pandang, karakter dan karakterisasi, plot, dan taktik literer dalam Yoh. 1:1-18. Tujuannya untuk memahami konsep logos yang ingin disampaikan Yohanes dalam Yoh. 1:1-18.
Bab IV membahas tentang perbedaan antara konsep logos dalam Prolog Yohanes dan pandangan-pandangan lain, rekonstruksi jemaat-jemaat asuhan Yohanes serta aplikasi dalam jemaat Indonesia masa kini. Tujuannya untuk memahami maksud Yohanes memilih teks Yoh. 1:1-18 ke dalam Injil yang ditulisnya, berdasarkan situasi jemaat-jemaat asuhannya, dan bagaimana teks Yoh. 1:1-18 berelasi dengan kondisi jemaat-jemaat Indonesia sekarang.
Bab V berisi kesimpulan dan saran. Menyimpulkan hasil penelitian, dan memberikan saran-saran kepada pembaca untuk studi lanjutan mengenai konsep Logos dalam Injil Yohanes.




BAB II
LATAR BELAKANG ISTILAH LOGOS

Pendahuluan
Dalam bab I, penulis sudah mencoba memaparkan latar belakang penulisan dan masalah yang akan dibahas dalam skripsi ini. Selanjutnya, dalam bab II penulis mencoba mengkaji latar belakang pemahaman konsep logos sesuai dengan pemikiran-pemikiran yang ada pada zaman Yohanes. Hal ini karena istilah logos adalah sebuah kata Yunani yang “mempunyai sebuah pengertian yang sangat luas”. Dalam abad pertama Yunani, istilah itu digunakan secara luas dalam konteks yang sedemikian berbeda di mana banyak usul untuk pengertian istilah itu diberikan. Arti dari kata logos, secara umum adalah “firman”, “laporan”, “cerita” atau “pesan”. Oleh karena itu berikut akan dibahas beberapa pandangan mengenai makna logos.

2.1 Filsafat Yunani
Ada banyak pandangan ajaran Filsafat Yunani mengenai konsep logos, namun dalam bagian ini penulis hanya membahas dua pandangan, yaitu Heraclitus dan Stoa. Penulis memilih kedua pandangan ini karena penulis melihat adanya kesejajaran pemikiran Heraclitus dan Stoa yang sangat menekankan bahwa logos hanyalah suatu akal yang bersifat ilahi yang mengatur dunia dan bukanlah suatu pribadi.

2.1.1 Heraclitus
Sekitar tahun 500 BC seorang filsuf yang bernama Heraclitus menjadi filsuf pertama yang mengembangkan kata Firman. Ide dasar Heraclitus adalah bahwa segala sesuatu ada di dalam keadaan berubah-ubah. Namun perubahan itu bukanlah suatu kebetulan, semua perubahan itu terkemudikan dan diatur, mengikuti pola yang terus-menerus sepanjang waktu. Dan yang mengendalikan pola tersebut adalah logos, firman dan nalar atau pikiran Allah. Bagi Heraclitus, logos adalah dasar keteraturan yang menyebabkan alam semesta ini tetap ada, dan hanya logos itulah yang tidak berubah. Bagi Heraclitus, logos selalu ada dan segala sesuatu terjadi melalui logos ini. Menurutnya di dunia ada suatu ‘akal’ atau ‘pikiran’ yang bekerja secara ilahi, yaitu logos ilahi atau akal Allah sendiri yang mutlak dalam ekspresi diri-Nya, namun tidak berpribadi. Logos adalah ‘ekspresi’ dari Yang Maha Tinggi, di mana ia memperkenalkan dirinya sendiri dalam dunia dengan ‘percikan kecil’ dan ‘terbatas’ dalam apa yang disebut ‘prinsip spermatikos logos’ pada tiap-tiap manusia. Prinsip logos seperti inilah yang membuat keteraturan dunia, sehingga tidak kacau. Baginya Firman adalah akal ilahi, atau rencana ilahi yang mengatur semesta alam.

2.1.2 Stoa
Stoa mengembangkan doktrin Heraclitus. Kemudian Stoa memahami logos sebagai prinsip rasional dari segala sesuatu yang hidup, dan pokok dari rasional jiwa manusia. Para pengikut Stoa selalu terpukau akan keteraturan dunia. Menurut mereka segala sesuatu dikendalikan oleh logos Allah. Logos adalah kekuatan yang memberikan makna kepada dunia; kekuatan yang membuat dunia menjadi teratur; kekuatan yang menggerakkan dunia dan membuatnya tetap bergerak dalam keteraturannya yang sempurna. Logos menembus segala sesuatu. Kaum Stoa memahami Firman dengan istilah ‘logos universal’ yang merupakan ‘kuasa’ melalui ‘hukum’ yang mengatur semua benda, musim, bintang dan keteraturan tatanannya. Manusia wajib hidup sesuai dengan hukum kosmopolitan yang sudah diatur oleh logos tersebut, yang kemudian dapat diidentifikasikan sebagai ‘terang ilahi’ dalam dunia ini. Jadi, bagi kaum Stoa kata logos menunjuk pada prinsip akal yang olehnya segala sesuatu berada, dan yang merupakan inti dari akal manusia.

2.2 Yudaisme
Dalam pemikiran Yudaisme, ada beberapa pengertian kata logos yaitu ‘firman, kata atau perkataan’. Perkataan atau logos tidak hanya dimengerti sebagai suatu bunyi atau suara, tetapi suatu ‘efektif’ yang menyebabkan sesuatu. Firman juga bukan hanya susunan benda-benda, tetapi ‘aktif’ dan menyajikan sesuatu dengan ‘daya kreatif-nya’. Di sini penulis memilih dua pandangan Yudaisme yaitu Targum dan Kebijaksanaan Salomo karena penulis berasumsi bahwa kedua pandangan ini mirip dengan pemahaman PL tentang logos namun tetap memiliki perbedaan yang mencolok.


2.2.1 Targum
Targum ialah PL yang diterjemahkan ke dalam bahasa Aram. Di dalam Targum orang PL (Yahudi), digunakan kata ‘memra’ untuk menerjemahkan kata firman, yang dapat dikenakan untuk diri Allah. Memra adalah sebutan biasa untuk nama khusus Allah, YHWH (adonai). Dan istilah memra dalam bahasa Aram sama dengan pengertian Firman Allah (lihat Targum Kel. 19:17; Targum Ul. 9:3; Targum Yes. 48:13). ‘Kata’ atau ‘firman’ dapat selalu menjadikan atau mengerjakan sesuatu; jadi bukan hanya mengatakan sesuatu, tetapi ‘kekuatan’ atau ‘kuasa’ Allah untuk menciptakan. Jadi, firman dalam Yudaisme tradisi Targumik menunjukkan suatu ‘aktifitas mencipta’, bukan hanya perkataan. Barrett, kadang-kadang memperkirakan bahwa memra adalah sebuah hipotasis ilahi yang mampu memperlengkapi sebuah persamaan yang benar pada pemikiran Yohanes dari suatu pribadi inkarnasi logos dalam Yesus. Memra tidaklah benar-benar sebuah hipotasis tetapi sebuah pengertian dari pembicaraan mengenai Allah tanpa menggunakan namanya, dan kemudian sebuah pengertian dari menghindarkan banyak antropomorfisme dari PL. Jadi dapat dikatakan Memra adalah sebuah jalan buntu dalam latar belakang studi biblika dari doktrin logos Yohanes.

2.2.2 Kebijaksanaan Salomo
Ketika tradisi hikmat orang Yahudi bertemu dengan filsafat Yunani, pengertiannya berkembang lagi, ‘hikmat’ atau ‘kebijaksanaan’ (Sophia) diidentifikasikan sama dengan logos. Tulisan-tulisan hikmat tersebut memetaforakan ‘sang logos’ sebagai orang yang bergender laki-laki dan ‘sang sophia’ orang yang bergender perempuan; ini berarti keduanya tidak dapat dipisahkan secara ekstrim. Dalam pengaruh Yunani, kedua kata tersebut dianggap sebagai ‘sama fungsi’ dan ‘sama pribadi’ di dalam praeksistensinya. Dalam pemahaman hikmat Yahudi keduanya sama-sama berasal dari ‘mulut’ Allah yang satu (Sir. 24:3). Selanjutnya pemahaman dirinci sebagai berikut: ‘kekal’ dan ada bersama-sama dengan Allah pada hari penciptaan segala sesuatu, bahkan ikut menciptakan dunia dan hikmat Tuhan yang akan memelihara selamanya, namun ia diciptakan sebelum segala sesuatu diciptakan (Sir. 1:1-10). Selain itu, hikmat aktif menyebabkan segala sesuatu (Keb. 8:5) yang artinya Allah menjadikan segala sesuatu dengan Firman-Nya (logos) dan dengan hikmat-Nya membentuk umat manusia (Keb. 9:1-2). Jadi, firman bukan hanya perkataan yang netral, tetapi juga mengandung kuasa. Firman juga bukanlah hal mati, tetapi sesuatu yang hidup bersama dengan hikmat, yaitu sebagai ‘sang Pencipta’ atau ‘medium ilahi’; yang menunjuk pada karakter Allah. Jadi, dapat dikatakan dalam pemikiran Kebijaksanaan Yahudi istilah metaforis ‘hikmat’ Allah, Firman (logos), Torah, kuasa, nama Allah adalah sama.

2.3 Yahudi Helenistik
Orang-orang Yahudi memahami Yudaisme yang dipengaruhi pemikiran helenistik, khususnya Plato dan aliran Stoa. Artinya berusaha memahami Yudaisme dalam kategori helenistik agar dapat menggenapinya dengan Pentatuk. Filo adalah salah satu pandangan Yahudi Helenistik yang akan dibahas.


2.3.1 Filo
Sagala, mengutip pandangan Ellen Birnbaum dan Folker Siegert menyatakan bahwa Filo dari Alexandria adalah orang Yahudi abad pertama (20 SM-50 SM). Bagi Filo, logos mengindikasikan pengertian Platonik yaitu ‘dunia ideal untuk mengkopi dunia nyata ini’. Di mana logos juga adalah ‘manusia asli’ yang ideal, yaitu ‘gambar Allah’ sendiri dan pikiran logos adalah pikiran Allah. Dan berdasarkan Stoikisme, logos adalah ‘prinsip rasional’ dari dunia yang berdimensi dua: akal (reason) dan kata (word). Kedua pemikiran Yunani ini bercampur dalam pemahaman Filo tentang logos. Namun bagi pemikiran helenistik ini, logos adalah ‘Theos’ tetapi bukan ‘ho Theos’, jadi kesempurnaan atau keilahiannya tidak lengkap sehingga logos dalam pemikiran Filo adalah ‘tempat manifestasi’ Allah sendiri dan logos dapat ‘dipersonifikasikan’ menjadi seseorang, tetapi tidak berarti berpribadi dan posisinya sebagai ‘Allah bawahan’. Dengan kata lain bagi Filo, kata firman dapat menunjuk pada manusia yang ideal, tetapi manusia yang ideal itu tidak menjelma menjadi manusia yang sejati. Filo berpendapat bahwa logos adalah hal yang tertua di dunia dan merupakan alat yang dipakai oleh Allah untuk menciptakan dunia. Filo berpendapat bahwa logos adalah pikiran Allah yang dimateraikan ke atas alam semesta. Filo berbicara tentang logos yang dipakai Allah menciptakan dunia dan segala sesuatu. Filo mengatakan bahwa Allah, sang pengendali alam semesta, memegang logos itu seperti seorang pembajak sawah dan dengan logos itu, Ia mengemudikan segala sesuatu. Filo juga mengatakan, bahwa pikiran manusia telah dimateraikan dengan logos, dan bahwa logos itu memberi manusia nalar, kemampuan untuk berpikir dan kemampuan untuk mengetahui sesuatu. Logos adalah pengantara antara dunia dan Allah dan bahwa logos adalah iman yang memperhadapkan jiwa kepada Allah. Konsep logos digunakan oleh Filo dalam berbagai implikasi untuk menjadi konsep tentang satu pengantara antara Allah yang transenden dengan alam semesta, satu kuasa aktif yang langsung dalam penciptaan dan pewahyuan.

2.4 Perjanjian Lama
Ada juga pendapat yang menyatakan bahwa rasul Yohanes menggunakan kata logos, dengan cara mengutipnya dari PL. Asumsi bahwa Yohanes mengambil PL sebagai referensinya muncul karena Yohanes sering mengutip PL dalam tulisannya. Hal ini telah diamati oleh beberapa ahli seperti Delbert Burkett , C.K. Beale , dan F.W. Hengstenberg . Selain itu, kata “Firman” juga sering kita temukan dalam PL. Namun meskipun demikian para ahli memiliki pemahaman yang berbeda mengenai “Firman Allah” ini. Misalnya, R. Bultmann melihat bahwa “Firman Allah adalah perbuatan Allah, dan perbuatan-Nya adalah Firman-Nya; yaitu Ia bertindak melalui perkataan-Nya”. Sedangkan, James Barr melihat bahwa “dabar Yaweh” berarti “Firman Tuhan”, bukan “tindakan Tuhan”. Dalam PL kata Firman Allah terlibat dalam proses penciptaan segala sesuatu (misalnya dalam Maz. 33:6), pewahyuan (Yer. 1:4; dan Yes. 9:7), dan keselamatan (Maz. 107:20; dan Yes. 55:11). Kalau Tuhan Allah datang berbicara dengan nabi, maka kita membaca bahwa Firman Allah datang kepada nabi. Pada zaman PL para nabi belum memahami firman adalah Allah yang menjadi manusia, tetapi hanya kuasa bukan pribadi. Namun di sisi lain ucapan dan perintah Yahweh hanyalah suatu cara untuk mengatakan bahwa Yahweh melaksanakan kehendak-Nya, bahwa Yahweh mencapai maksud-Nya.

Ringkasan
Dari penelitian terhadap penggunaan kata logos di atas diperoleh beberapa pemahaman yang berbeda-beda: 1). Dalam pemahaman filsafat Yunani istilah logos dipahami sebagai akal ilahi, atau rencana ilahi yang mengatur semesta alam (Heraclitus), prinsip akal yang olehnya (menurut mereka) segala sesuatu berada, dan yang merupakan inti dari akal manusia (Stoa); 2). Dalam pemahaman Yudaisme istilah logos dipahami sebagai suatu ‘aktifitas mencipta’, bukan hanya perkataan (Targum) dan ‘hikmat’ Allah, Firman (logos), Torah, kuasa, nama Allah adalah sama (Kebijaksanaan Salomo); 3). Dalam pemahaman Yahudi Helenistik istilah logos dipahami sebagai satu pengantara antara Allah yang transenden dengan alam semesta, satu kuasa aktif yang langsung dalam penciptaan dan pewahyuan (Filo); 4). Dan yang terakhir dalam PL para nabi belum memahami firman adalah Allah yang menjadi manusia, tetapi hanya kuasa bukan pribadi.



BAB III
PENELITIAN NARATIF YOHANES 1:1-18

Pendahuluan
Dalam bab II telah dibahas mengenai latar belakang konsep logos berdasarkan literatur filsafat Yunani, Yudaisme, Yahudi Helenistik, dan PL. Dari pembahasan itu didapati bahwa arti logos kebanyakan mengacu kepada pikiran Allah dan logos bukanlah pribadi atau oknum.
Injil Yohanes menekankan mengenai keallahan dan kemanusiaan Yesus. Dalam konteks demikianlah bagian prolog Yohanes dipahami sebagai pemaparan mengenai masalah Kristologi iman Kristen. Bab ini akan membahas konsep Logos menurut prolog Yohanes berdasarkan studi penelitian naratif dengan memperlihatkan beberapa unsur penting di dalamnya.

3. 1 Terjemahan Yohanes 1:1-18 dari Bahasa Yunani
1. Pada permulaan firman ada, dan firman ada dengan Allah, dan firman adalah Allah.
2. Dia ada pada permulaan dengan Allah.
3. Semua telah dijadikan melalui Dia, dan tanpa Dia tidak ada suatu pun yang telah dijadikan. Dia telah menjadikan
4. dalam Dia ada hidup, dan hidup itu adalah terang manusia;
5. dan terang itu terus-menerus bercahaya dalam kegelapan, dan kegelapan itu tidak menguasainya.
6. Seseorang telah datang, dia diutus dari Allah, namanya Yohanes;
7. dia telah datang sebagai saksi supaya dia memberi kesaksian mengenai terang, agar semua mereka percaya melalui dia.
8. Dia bukanlah terang, tetapi supaya dia memberi kesaksian mengenai terang.
9. Terang yang sebenarnya, dia terus bercahaya kepada semua manusia, dia sedang datang ke dalam dunia.
10. Dia ada dalam dunia, dan dunia telah dijadikan melalui dia, dan dunia tidak mengenalnya.
11. Dia telah datang kepada milik kepunyaannya, dan milik kepunyaannya tidak menerima-Nya.
12. Tetapi semua orang yang telah menerima dia, mereka telah diberi kuasa untuk menjadi anak-anak Allah, kepada mereka yang percaya dalam nama-Nya,
13. orang-orang yang tidak keluar dari darah maupun yang keluar dari keinginan daging maupun yang keluar dari keinginan seorang laki-laki tetapi mereka yang telah dilahirkan dari Allah.
14. Dan firman telah datang menjadi daging dan dia telah tinggal di antara kita, dan kita telah melihat kemuliaan-Nya, sebagai kemuliaan yang tunggal dari Bapa, penuh anugerah dan kebenaran.
15. Yohanes terus bersaksi tentang Dia dan dia berseru; Inilah Dia yang aku telah katakan, Dari belakangku akan datang Dia yang telah dilahirkan sebelum aku, karena Dia dulu sudah ada pertama sebelum aku.
16. Karena dari kepenuhan yang keluar dari dia kita semua telah menerima anugerah demi anugerah;
17. karena hukum telah diberikan melalui Musa, anugerah dan kebenaran telah datang melalui Yesus.
18. Tidak seorang pun yang telah pernah melihat Allah; hanya Anak Tunggal Allah yang ada di dalam pangkuan dari Bapa, Dialah yang menafsirkan.

3.2 Penelitian Naskah
1. Ayat 1:3-4 ouvde.{B}
Dapatkah kata bergabung dengan kata sebelum dan sesudahnya? Naskah-naskah tua (î66, 75* a* A B) tidak memiliki tanda baca di sini, dan dalam beberapa kasus kehadiran tanda baca dalam naskah-naskah Yunani, seperti dalam sumber-sumber terjemahan dan patristik, tidak dapat diperlakukan lebih dari bayangan pemahaman eksegesis sekarang mengenai arti dari bagian ini. Mayoritas Komite UBS diingatkan oleh konsensus para penulis ante-Nicene (ortodoks dan mirip bidah) yang mengambil dengan kata yang sesudahnya. Ketika abad keempat Arian dan bidah-bidah Makedonia mulai menarik bagian itu untuk membuktikan bahwa Roh Kudus diperlakukan sebagai satu dari hal-hal yang diciptakan, para penulis ortodoks lebih suka untuk mengambil dengan kalimat sebelumnya, kemudian memindahkan kemungkinan bidah menggunakan bagian itu. Pemberian tanda baca diadopsi dari teks sesuai dengan sebagian besar yang diperlakukan sebagai irama keseimbangan dari ayat-ayat pembukaan prolog, di mana klimaks atau “tangga rumah” kelihatannya sejajar pada permintaan bahwa akhir dari satu barisan harus sesuai permulaan teks itu. Pada sisi lain, bagaimanapun, tak satupun dari argumen-argumen ini meyakinkan dan pertimbangan-pertimbangan lain menyokong dengan kalimat terdahulu. Jadi, melawan pertimbangan dari apa yang disebut keseimbangan irama (yang mana semua hadir hanya di sebuah bagian dari prolog, dan mungkin tidak harus melibatkan harus menjadi bagian kesukaan untuk permulaan sebuah kalimat atau klausa dengan dan sebuah kata ganti tunjuk (bdk. 13:35; 15:8; 16:26; 1 Yoh. 2:3, 4, 5; 3:10, 16, 19, 24; 4:2, dsb). Adalah wajar untuk aliran Gnostik, yang mencari dukungan dari Injil Keempat untuk doktrin mereka mengenai asal-usul dari , untuk mengambil kalimat yang mengikuti (“Bahwa yang diciptakan di dalam dia adalah hidup” - apapun yang mungkin diperkirakan arti). Adalah lebih konsisten dengan gaya berulang Yohanes, sama halnya dengan doktrin Yohanes (bdk. 5:26, 39; 6:53), untuk mengatakan tidak ada mengenai pengertian dari bagian itu, untuk membubuhkan tanda baca dengan sebuah perhentian penuh setelah B.M.M.
2. Ayat 4 h=n {A}
Dalam rangka mengurangi kesulitan arti ketika(ayat 3) diambil sebagai subjek dari (“Bahwa-yang-telah-datang-ke dalam-badan dalam dia ada hidup”), bentuk kata kerja telah ditukar dari imperfek ke present dalam a D Old Latin syrc copsa, fay dan kebanyakan para penulis gerejawi awal. Kehadiran, bagaimanapun, dari kedua(dalam klausa) sepertinya yang dibutuhkan pertama.
3. Ayat 13 {A}
Beberapa naskah kuno, terutama Latin (itb Irenaeuslat Tertullian Origenlat Ambrose Augustine Ps-Athanasius), membaca jumlah tunggal, “[Dia] yang telah lahir, bukan dari darah maupun dari keinginan daging maupun dari keinginan laki-laki, tetapi dari Allah” (Curetonian Syriac dan enam naskah dari Peshitta Syriac membaca jamak “orang yang” dan kata kerja tunggal “telah lahir”). Semua naskah Yunani, juga versi lain dan para saksi patristik, memperlihatkan jumlah jamak. (Beberapa pembacaan berbeda kecil datang dengan ayat: jadi meninggalkan ayat itu tanpa hubungan gramatikal dengan kalimat terdahulu; perbedaan-perbedaan lain dalam ayat itu disebutkan dalam catatan yang mengikuti). Meskipun sejumlah sarjana modern (termasuk Zahn, Resch, Blass, Loisy, R. Seeburg, Burney, Büchsel, Boismard, Dupont, and F. M. Braun) membantah untuk keaslian dari jumlah tunggal, itu nampak pada Komite UBS bahwa, pada dasarnya konsensus-konsensus berlimpahan dari semua naskah Yunani, jamak harus dikutip, sebuah pembacaan, bagaimanapun, bahwa cocok dengan ajaran karakteristik Yohanes. Jumlah tunggal mungkin muncul salah satunya dari sebuah keinginan untuk membuat Injil Keempat menyinggung secara eksplisit pada kelahiran anak dara atau dari pengaruh jumlah tunggal dari auvtou/ terdahulu dengan seketika.
4. Ayat 13 {A}
Kehadiran dari permulaan yang serupa dan akhir-akhir yang mirip dari klausa-klausa kedua dan ketiga menyebabkan penghilangan kebetulan dari satu atau dua klausa. Klausa telah dihilangkan dalam E* dan beberapa naskah yang amat kecil, dan klausa dihilangkan dalam B* al.
5. Ayat 18 {B}
Dengan tambahan dari î66 and î75, keduanya yang dibaca dukungan luar dari pembacaan ini khususnya diperkuat. Mayoritas Komite menghargai pembacaan monogen yang niscaya lebih mudah dari monogenh.menjadi hasil dari perpaduan tulisan pada Yoh 3:16, 18; 1 Yoh. 4:9. Anarthrous menggunakan(bdk. 1:1) kelihatannya menjadi lebih primitif. Ini bukanlah alasan mengapa artikel itu harus dihapus, dan ketika menggantikan itu dapat pasti telah ditambahkan. Pembacaan yang lebih pendek, yang menarik karena dari pertimbangan-pertimbangan bagian dalam, itu juga dengan kurang baik menjadi bukti untuk penerimaan sebagai teks. Beberapa komentator modern mengambil monogenh,sebagai sebuah kata benda dan membubuhkan tanda baca seperti pada tiga tujuan yang jelas darinya yang membuat Allah dikenal. [Adalah sebuah keraguan bahwa pengarang dapat menulis monogenh.yang mungkin sesuatu yang primitif, catatan-catatan yang gagal dalam tradisi Aleksandria (u=c=/;=c=). Sedikitnya sebuah keputusan D dapat menjadi lebih baik. A.W.]

3.3 Analisis Naratif Injil Yohanes 1:1-18
Di sini ada beberapa unsur penelitian naratif dalam Yoh. 1:1-18 yang akan dibahas berdasarkan prinsip-prinsip tema yang bersumber dari karakter Firman dan karakter Yohanes sebagai dasar pembentukan karakterisasi.
3.3.1 Relasi Intratekstual
Struktur Injil Yohanes dibagi berdasarkan dua hal penting yaitu motif-percaya dan Kristologi. Jadi, struktur Yohanes secara keseluruhan adalah: prolog (1:1-18), buku percaya (1:19-12:50), buku Yesus (13:1-20:31) dan catatan tambahan (21:24-25). Yoh. 1:1-18 merupakan bagian pendahuluan yang memperkenalkan tema-tema sekaligus rumusan ringkas tentang Injil Yohanes. Hal ini berarti Yoh. 1:1-18 ini memiliki relasi simbiosis dengan bagian Injil Yohanes yang lain. Dalam hal ini simbiosis berarti adanya hubungan yang erat antara prolog dengan bagian lain Injil Yohanes dan sebaliknya. Bukti yang mendukung dapat dilihat dari penyelidikan di bawah.
Yoh. 1:1-18 memiliki hubungan tematis dengan bagian lain dalam Injil Yohanes, antara lain:
• Kelahiran Yesus (1:1; 5:18; 8:58; dan 10:30),
• Tuhan Yesus sebagai Terang (1:4; 8:12; 9:5, 39; 11:25; dan 14:6),
• Hal kesaksian (1:6-8, 15, 19-37; dan 5:31-47),
• Tuhan Yesus ditolak (1:10-11; 7:30-31; 11:45-46; 15:18; dan 18:2-19:30),
• Peranan iman (1:12; 3:16; 4:48; 5:24; dsb).
• Yohanes Pembaptis (1:6-8, 15, 19-36; 3:23-30; 4:1; 5:33-36; 10:40-42)
• Istilah “hidup”, muncul beberapa kali bertujuan menyatakan identitas Yesus (7:37-39, 8:12; 9:5, 10:10-18, 10:25-30,11:25).
• Istilah ”saksi”. Ada tujuh yang bersaksi mengenai Yesus: Allah Bapa (5:31, 34, 37; 8:18), Anak Allah (8:14, 18; 3:11, 32; 8:37), Roh Kudus (15:26; 16:14), perbuatan Tuhan Yesus (5:36; 10:25; 14:11; 15:24), PL (5:39, 45), Yohanes Pembaptis (1:7, 8, 15, 19, 32, 34; 3:26; 5:33), murid-murid-Nya (15:27), wanita Samaria (4:39), orang banyak (12:17).
• Istilah “terang”. Terang yang sesungguhnya, yaitu Yesus Kristus, sudah ada di bumi, dan manusia dibagi dua oleh karena Dia telah datang. Manusia terpaksa harus bersikap pro dan kontra. Dunia ini sudah diisi oleh Terang, dan Terang itu menyatakan sikap hati setiap orang. Ada yang menerima Dia, dan ada yang menolak Dia. Tafsiran ini sesuai dengan pola pikir yang ada dalam Injil Yohanes, misalkan pasal 3:19-21; 7:12-13, 30-31, 42-44; dan 9:39-41.
• Istilah ”dunia”. Dalam Injil Yohanes, istilah dunia hampir selalu membawa kesan yang negatif, karena istilah dunia kebanyakan menunjuk kepada orang-orang yang berdosa (7:7, 1:5, 17:25, 1:10). Namun walaupun demikian dunia adalah objek kasih dan keselamatan Allah. Karena pada dasarnya dunia adalah ciptaan Allah (1:3). Allah mengasihi dunia (3:16) dan mengutus Anak-Nya untuk menyelamatkan dunia (3:17c; 12:47), Yesus adalah Juruselamat dunia (4:42); Ia datang untuk menghapus dosa dunia (1:29) dan memberi hidup kepada dunia (16:33).
Beberapa hubungan tematis ini menunjukkan bahwa pengarang bayangan (implied author) telah mengambil berbagai peristiwa Yesus menyangkut penyataan diri dan karya misi-Nya untuk mendukung tujuan penyusunan Injilnya bahwa Yesus adalah Mesias, Anak Allah (20:31). Atau dari sudut pandang Yesus, Ia juga lebih sering menyatakan diri dan karya misi-Nya sebagai Anak Manusia, di samping sebagai Anak Allah (5:25; 10:35:11:4).
Selanjutnya ada beberapa hubungan tematis antara Yoh. 1:1-18 dan Yoh. 1:19-28 yaitu:
1. Dalam 1:7 narator menceritakan bahwa tugas Yohanes sebagai utusan Allah adalah untuk memberi kesaksian tentang Terang. Tugas itu mulai diperlihatkan Yohanes dalam 1:19 ketika kunjungan rombongan imam dan orang-orang Lewi yang bertanya, “Siapakah engkau?” menjadi kesempatan ideal bagi Yohanes untuk bersaksi mengenai Yesus. Jawaban Yohanes kepada para utusan dari Yerusalem singkat dan tepat: “Aku bukan Mesias” (ayat 20). Di sini kelihatan Yohanes tidak mau berbicara mengenai identitas dirinya, melainkan Yohanes mau bersaksi mengenai Tuhan Yesus yang adalah Terang. Jawaban Yohanes dalam 1:23 mempertegas kepada para imam, orang-orang Lewi dan orang-orang Farisi bahwa Yohanes hanyalah saksi, bukan Mesias, Elia atau pun seorang Nabi.
2. Dalam 1:10-11 dikatakan bahwa Yesus telah ada dalam dunia namun dunia tidak mengenal-Nya dan menolak-Nya. Pernyataan ini dipertegas melalui perkataan Yohanes dalam 1:26 “tetapi di tengah-tengah kamu berdiri orang yang tidak kamu kenal”. Di sini kata “dunia” dan “orang-orang kepunyaan-Nya” di antaranya adalah beberapa imam, orang-orang Lewi dan orang-orang Farisi yang ada di sekitar Yohanes pada waktu itu.
3. Kesaksian Yohanes dalam 1:15 bahwa Yesus akan datang kemudian setelah Yohanes dipertegas atau diulangi pada 1:27.
Dari penelitian di atas menunjukkan bahwa Yoh. 1:1-18 dengan Yoh. 1:19-28 merupakan satu unit narasi yang kohesif dan koheren. Hubungan antara dua bagian ini tentu dimaksudkan pengarang bayangan sebagai bagian dari kerangka besar tujuan Injil Yohanes untuk menunjukkan Yesus sebagai Mesias, Anak Allah (20:31). Di mana identitas Yesus sebagai Allah dan manusia yang dijelaskan dalam Yoh. 1:1-18 dipertegas oleh Yohanes melalui kesaksiannya kepada kepada para utusan dari Yerusalem dalam Yoh. 1:19-28.
Jadi, Yoh. 1:1-18 dilihat dari konteks keseluruhan Injil Yohanes merupakan bagian dari tujuan Injil Yohanes supaya para pembaca yang belum percaya dapat percaya bahwa Yesus adalah Mesias, Anak Allah dan mereka yang telah percaya imannya boleh dibangun. Karena bagian ini sangat menekankan sisi keallahan dan kemanusiaan Yesus sebagai Mesias.

3.3.2 Desain Literer
Yoh. 1:1-18 disusun dalam pola kosentris (ABCDC1B1A1) melalui perkataan narator dan karakter untuk menunjukkan siapakah Logos dan peranan-Nya sebelum dan ketika Ia datang ke dunia. Desain literer yang disusun oleh pengarang bayangan dalam pola kosentris dalam Yoh. 1:1-18 dapat diperhatikan sebagai berikut:
A Firman/Yesus (1:1-5)
B Yohanes (1:6-8)
C Terang (1:9-11)
D Percaya (1:12-13)
C1 Terang (1:14)
B1 Yohanes (1:15)
A1 Firman/Yesus (1:16-18)
Beberapa kesejajaran ayat ini bertujuan untuk menekankan beberapa hal mengenai Firman dan Yohanes. Pertama, Firman adalah Allah Pencipta (1:1-5) yang telah menjadi manusia di dalam diri Yesus Kristus (1:16-18). Kedua, Firman adalah sumber hidup dan Terang yang sesungguhnya bagi manusia dan ada di tengah-tengah manusia (1:9-11) karena telah menjadi manusia (1:14). Kemudian yang menjadi pivot/pusat prolog adalah ayat 12-13 di mana dijelaskan bahwa setiap orang yang percaya dan menerima Yesus sebagai Mesias akan diberi hak untuk menjadi anak-anak Allah. Ketiga, Yohanes benar-benar utusan Allah yang bertugas sebagai saksi tentang Terang kepada dunia, supaya melalui kesaksiannya semua orang menjadi percaya (1:6-8, 15).
Penekanan-penekanan ini ingin menunjukkan bahwa Firman adalah Allah yang telah menjelma dalam diri Yesus Kristus, dan Dialah Mesias, Anak Allah dan ada saksi yang menyatakan kebenaran itu yaitu Yohanes. Yohanes bukanlah Firman namun Yohanes adalah saksi tentang Firman, agar melalui kesaksian Yohanes orang-orang percaya bahwa Yesus adalah Mesias, Anak Allah yang mereka nanti-nantikan. Percaya adalah pusat dari desain literer Yoh. 1:1-18 karena dengan percaya orang dapat menerima Yesus sebagai Mesias dan memperoleh kuasa menjadi anak-anak Allah.

3.3.3 Latar
Ada beberapa latar dalam Yoh. 1:1-18, yaitu:
1. Dunia. Kalau dilihat dari Yoh 1:3 pada awalnya dunia yang diciptakan oleh Allah adalah dunia milik Allah dan dunia yang baik. Menurut Ladd , penggunaan istilah dunia yang paling menarik untuk umat manusia ditemukan dalam ungkapan-ungkapan di mana dunia-umat manusia adalah objek kasih dan keselamatan Allah. Ada beberapa ayat dalam Injil Yohanes yang membuktikan bahwa Allah mengasihi dunia, misalnya 3:16; 3:17c; 12:47; 4:42; 1:29; 6:33. Namun di sisi lain, dunia merupakan alam yang kontras dengan Allah karena di dalamnya ada manusia yang berdosa sehingga terpisah dari Allah (7:7, 17:25, 1:10). Tetapi dunia masih bisa kembali menjadi umat Allah dengan cara mendengarkan dan merespons misi dan berita Yesus (17:6; 3:16).
2. “Bersama-sama dengan Allah”. Dari kata ini pengarang bayangan menunjukkan bahwa Firman adalah pribadi. Bersama-sama dengan Allah berarti bersekutu dengan Allah. Tempat Firman bersekutu dengan Allah adalah Surga. Surga sering diterjemahkan sebagai tempat kediaman Allah dan mereka yang dekat sekali kepada Dia. Jadi, latar yang kedua adalah Surga, suatu tempat di mana Firman dan Allah bersekutu secara intim.
3. ‘Pada mulanya’. Kata ini menunjukkan bahwa Firman telah ada sebelum segala sesuatu dijadikan. Ini juga berarti bahwa keberadaan Firman sama dengan keberadaan Allah yaitu kekal. Firman ada sebelum segala sesuatu dijadikan sampai segala sesuatu berakhir.
4. Beberapa kejadian sejarah yang dituliskan oleh pengarang bayangan. Ada beberapa latar sejarah yang ada di dalam Yoh. 1:1-18, yaitu:
- Kata “pada mulanya”, ada dua tujuan yang ingin dipaparkan oleh pengarang bayangan melalui kata ini yaitu: mengingatkan para pembaca bayangan pada karya Allah waktu permulaan penciptaan dan mengingatkan para pembaca bayangan mengenai keberadaan Firman (pra-eksistensi Firman), yang kekal.
- Pada ayat 17 “sebab hukum Taurat diberikan oleh Musa, tetapi kasih karunia dan
kebenaran jadi melalui Yesus Kristus”. Pada zaman PL kasih karunia yang berkelimpahan dapat diterima oleh manusia melalui hukum Taurat yang diberikan Allah melalui Musa. Nama Musa pasti sudah tidak asing lagi bagi orang-orang Yahudi pada saat itu. Namun, pada ayat ini pengarang bayangan ingin mengatakan bahwa sekarang manusia dapat memperoleh kasih karunia dan kebenaran hanya melalui Yesus Kristus, tetapi tetap menghargai nilai-nilai yang ada dalam hukum Taurat yang diberikan Allah melalui Musa.
Jadi, dalam Yoh. 1:1-18 terdapat empat latar yaitu dunia-surga dan kekal-sejarah. Ini adalah sesuatu yang unik karena pengarang bayangan mengontraskan dua hal. Hubungan ini dijelaskan dalam ayat 18. Anak Tunggal Allah yang ada di pangkuan Bapa, maksudnya adalah Firman pada saat itu ada di surga dan ada di dunia. Jadi, Firman sebagai objek iman serentak kekal, serentak terbatas. Dialah yang menyatakan (mengeksegese), tidak diketahui secara pasti apakah Firman mengeksegese diri-Nya sendiri atau Bapa. Tetapi hal ini kembali didukung oleh kata “ada di pangkuan Bapa”, berarti Firman ada di dunia dan surga (bukan Yesus di dunia dan Bapa di Surga). Latar ini sengaja di buat untuk menyatakan bahwa Yesus adalah objek iman sebelum dan sesudah inkarnasi.

3.3.4 Narator Dan Sudut Pandang
Narator adalah yang menceritakan narasi, bukan karakter dan bukan Roh Kudus. Narator juga dapat dikatakan sebagai suara dari pengarang bayangan. Narator bertugas membimbing pembaca ke dalam cerita. Dia memberikan interpretasinya dan mencoba menyampaikan sudut pandangnya kepada para pembaca. Pendeknya, narator memberi tahu kita apa yang dipikirkannya . Dalam Yoh. 1:1-18 perkataan narator sangat dominan. Dari 18 ayat dalam narasi, 17 ayat merupakan perkataan narator. Kecuali ayat 15 yang merupakan perkataan atau seruan dari salah satu karakter yaitu Yohanes.
Selain dari memahami narator, ada beberapa sudut pandang narator yang perlu diperhatikan dalam Yoh. 1:1-18 namun dalam bagian ini penulis hanya akan memaparkan dua bagian:

3.3.4.1 Omniscience (Mahatahu)
Narator mengetahui pikiran, perasaan dan sikap karakter. Dalam Yoh. 1:1-18 ada banyak peristiwa di mana narator berperan sebagai mahatahu, yaitu: Pertama, narator mengetahui bahwa Firman adalah Allah yang memiliki eksistensi kekal dan terlibat dalam proses penciptaan (ayat 1-3). Melalui ini narator dan pengarang bayangan mungkin ingin agar para pembaca bayangan percaya bahwa Firman benar-benar Allah. Kedua, narator mengetahui bahwa di dalam Firman ada hidup dan hidup itu adalah terang manusia (ayat 5). Mungkin narator ingin memberitahu para pembaca bayangan bahwa percaya kepada Firman berarti memperoleh hidup yang kekal. Ketiga, narator mengetahui bahwa kehidupan di dunia seperti kegelapan. Mungkin pengarang bayangan ingin menyampaikan kepada pembaca bayangan bahwa dunia penuh dengan dosa dan dosa adalah kegelapan. Tetapi Firman adalah Terang yang bercahaya dalam kegelapan dan kegelapan tidak sanggup memadamkan terang itu (1:5). Keempat, narator mengetahui bahwa Logos telah ada di dunia, tetapi dunia menolak-Nya (ayat 10-11). Kelima, narator mengetahui bahwa setiap orang yang menerima Yesus dan percaya dalam nama-Nya akan diberikan kuasa untuk menjadi anak-anak Allah. Dengan demikian pengarang bayangan mungkin mengharapkan para pembaca bayangan, mau segera mengekspresikan iman mereka dan percaya bahwa Yesus adalah Mesias, Anak Allah yang mereka nanti-nantikan. Keenam, narator juga mengetahui bahwa percaya kepada Kristus lebih penting daripada hukum Taurat yang diberikan melalui Musa. Karena hukum Taurat hanyalah bukti perjanjian antara Allah dan manusia sedangkan percaya kepada Yesus akan memperoleh hidup, kasih karunia dan kebenaran yang sejati. Sehingga pengarang bayangan dapat mengingatkan kembali kepada para pembaca bayangan bahwa kepercayaan mereka kepada Yesus yang memberikan mereka hidup, kasih karunia dan kebenaran yang sejati. Ketujuh, narator juga mengetahui bahwa Yohanes adalah seorang utusan Allah, yang datang sebagai saksi tentang Terang, supaya melalui Yohanes semua orang menjadi percaya (ayat 6-7). Berarti pengarang bayangan mengharapkan para pendengar bayangan mengetahui dan percaya kepada perkataan Yohanes.

3.3.4.2 Ideologis (Dapat Dipercaya)
Peran narator juga sebagai seorang yang dapat dipercayai, maka perspektif narator tentang identitas dan karya misi Yesus dan karakter-karakter yang lain dalam dunia narasi dapat dipercayai. Dalam Yoh. 1:1-18, hubungan antara narator dan Firman begitu dekat dan tidak terpisahkan, karena keduanya mewakili sudut pandang pengarang bayangan yang ingin disampaikan kepada pembaca bayangan bahwa Firman adalah Allah, Firman adalah sumber hidup dan terang bagi manusia, Firman telah menjadi manusia dan tinggal di antara manusia. Dan untuk mengenal Firman, manusia harus menerima dan percaya kepada-Nya, bahwa Dia adalah Mesias, Anak Allah yang mereka nantikan selama ini. Sehingga kalau manusia percaya, maka manusia akan memperoleh kuasa sebagai anak-anak Allah. Sudut pandang narator demikian untuk mendukung tujuan Injil Yohanes (20:31). Dengan demikian narator mengenal dan mengetahui siapa Firman dan karya misi-Nya di dunia.
Hasil pemeriksaan terhadap sudut pandang narator di atas menunjukkan bahwa Yesus sebagai Mesias, Anak Allah, dalam Yoh. 1:1-18 juga menyatakan diri-Nya sebagai Allah Pencipta, Terang, dan Manusia sejati (dalam diri Yesus). Sudut pandang narator tersebut jelas mempunyai tujuan penginjilan yaitu untuk memimpin dan mengarahkan para pembaca bayangan supaya datang mengenal dan mengikuti Yesus sebagai Mesias anak Allah, sesuai dengan tujuan penulisan Injil Yohanes (20:31).

3.3.5 Karakter Dan Karakterisasi
Karakter dan karakterisi dalam Yoh. 1:1-18 ditunjukkan sebagai campuran antara penuturan langsung (telling) dan tidak langsung (showing), baik oleh narator sendiri maupun karakter Firman dan karakter Yohanes Pembaptis. Karakter dan karakterisasi tersebut akan dibahas berdasarkan apa yang dikatakan dan yang dilakukan oleh setiap karakter dalam narasi Yoh. 11:1-18.

3.3.5.1 FIRMAN
Firman dikarakterisasikan dalam Yoh. 1:1-18 secara tidak langsung melalui penuturan narator dan penuturan karakter lain.
Karakterisasi narator terhadap Firman dapat dinyatakan sebagai berikut:
3.3.5.1.1 Firman sebagai Allah (ayat 1-3)
Narator mengkarakterisasikan Firman sebagai Allah karena:
- Firman telah ada sejak permulaan dari segala sesuatu. Yang hendak ditekankan oleh narator adalah Firman telah ada sebelum penciptaan, Firman adalah bagian dari kekekalan dan sudah ada bersama dengan Allah sebelum waktu dan dunia ada.
- Firman bersama-sama dengan Allah dan Firman adalah Allah. Di sini narator ingin menekankan bahwa Firman sungguh-sungguh Allah. Firman itu ada bersama dengan Allah, berarti bahwa selalu ada hubungan yang paling dekat antara Firman dengan Allah. Frase “bersama-sama dengan Allah” (1b) dalam bahasa Yunani ( berarti logos ‘berhadap-hadapan muka dengan muka dengan Allah’, karena secara teknis preposisi pros berarti ‘dengan’ dalam pengertian bersama-sama yang mengindikasikan “bukan saja sebagai teman tetapi kesatuan yang sangat erat dan dalam ke ‘Allahan’ yang penuh, bukan hanya bagian dari sifat ilahi”. Di sini narator ingin menjelaskan bahwa Logos adalah suatu pribadi yang nyata dan sama keilahian-Nya, dalam relasi yang intim dengan Allah.
- Firman adalah Pencipta; melalui Dia karya penciptaan Allah dilaksanakan sehingga semua yang ada bergantung pada Firman. Dalam ayat 3 kata(partisif perfect dari : menjadi), diterjemahkan “yang telah dijadikan”, secara literal dapat berarti “sesuatu yang sudah datang ke dalam keberadaan”. Bila dikaitkan dengan eksistensi-Nya yang mutlak dan kekal (ayat 1), maka segala sesuatu tidak bakal ada tanpa Logos. Logos adalah perantara ciptaan, di mana segala sesuatu dijadikan di dalam dan melalui Dia. Berarti Logos dalam pra-eksistensi-Nya dengan Allah, ikut dalam penciptaan dunia.
3.3.5.1.2 Firman sebagai Terang (4-5)
Di atas telah diperlihatkan bahwa Logos dikarakterisasikan oleh narator sebagai Allah Pencipta yang ada sejak permulaan, tinggal bersama-sama dengan Allah, dan melakukan karya Penciptaan Allah. Selanjutnya narator mengkarakterisasikan Firman sebagai Terang dan hidup. Firman pertama-tama digambarkan sebagai sumber hidup. Tetapi Firman bukan saja hanya sumber hidup dalam arti biasa karena makna hidup lebih dari eksistensi. Hidup merupakan salah satu istilah Yohanes untuk ‘keselamatan’ dan sama dengan ‘hidup kekal’ (3:36). Hidup adalah keberadaan sejati manusia, model eksistensi yang dimaksudkan bagi umat manusia dalam penciptaan. Sumber hidup yang sejati adalah terang bagi manusia. Terang yang memberikan hidup memasuki kegelapan yang merupakan gangguan dalam penciptaan dan kekacauan karena ketidakpercayaan dan keterasingan dari Allah. Kata yang diterjemahkan dengan ‘menguasai’ kabur, karena berarti ‘menguasai’ atau ‘memahami’. Barangkali kedua arti ini berhubungan. Kegelapan dari ketidakpercayaan artinya tidak memahami atau tidak menguasai Firman. Kegelapan tetap ada, meskipun Firman memberikan terang ke tengah-tengahnya. Sebutan “hidup” dan “terang” adalah dua sebutan yang menyatakan tugas Firman kepada semua manusia. Ia adalah Hidup segala makhluk yang berasal dari Dia, kehidupan jasmani maupun kehidupan rohaninya. Segala terang yang benar berasal dari Dia. Sebutan “Firman” dan “Anak” maupun “Hidup” dan “Terang”, masing-masing mengandung arti bahwa Yesus adalah Allah. Sebagai Firman, Ia melahirkan Terang, menyatakan dan memancarkannya. Sebagai Anak, Ia melaksanakan Hidup, dan memberinya. Selain itu dalam ayat 9-14 dijelaskan bahwa Firman sebagai Terang yang sesungguhnya sedang datang dan telah ada di dalam dunia, tetapi dunia tidak mengenal-Nya bahkan orang-orang kepunyaan-Nya pun tidak mengenal-Nya. Hal ini disebabkan karena dunia dan orang-orang kepunyaan-Nya itu telah hidup di dalam kegelapan. Namun meskipun demikian Firman yang adalah Terang masih menunjukkan kasih setia-Nya dengan memberikan kesempatan untuk kembali kepada-Nya pada orang-orang yang mau menerima-Nya dan mempercayai bahwa Dialah Mesias, Anak Allah yang mereka nanti-nantikan. Dialah Mesias yang telah menjadi manusia. Oleh sebab itu siapapun yang percaya dan menerima Dia akan diberi kuasa untuk manjadi anak-anak Allah.

3.3.5.3 Firman sebagai Yesus (ayat 14)
Di sini secara terang-terangan narator ingin mengatakan bahwa Firman menjadi manusia. Pernyataan dalam ayat 14 memang tidak menyebutkan caranya Ia menjadi manusia, namun mengindikasikan kedatangan-Nya menjadi manusia. Memang tema ini sudah diungkapkan secara samar-samar dalam ayat 5, 9, 10, dan 11, tetapi dalam ayat 14 narator menyatakan dengan istilah yang lain. Narator memakai istilah Firman, dan bukan istilah “Mesias”. Narator memakai istilah daging, dan bukan istilah “manusia”. Narator mengungkapkan bahwa Firman … diam di antara kita, dan kita telah melihat kemuliaan-Nya. Dengan demikian berarti Allah menyatakan diri-Nya, melalui Putra Tunggal-Nya, Yesus Kristus. Kemudian Dia diam di antara kita. Setelah ayat ini, istilah Firman tidak dipakai lagi dalam Injil Yohanes, tetapi “Yesus” dan Anak Allah.

Karakterisasi Yohanes Pembaptis terhadap Firman dapat dinyatakan sebagai berikut:
Pada ayat 15 Yohanes Pembaptis memberi kesaksian tentang Logos yang telah ada dan telah datang sebelum dia ada. Klausa “sebab Dia telah ada sebelum aku”, ingin menyatakan bahwa Logos telah ada sebelum segala sesuatu diciptakan. Pernyataan Yohanes Pembaptis ini memperkuat pernyataan narator pada ayat 1dan 2, di mana Firman telah ada bersama-sama dengan Allah sebelum segala sesuatu diciptakan. Dengan kata lain, Yohanes Pembaptis ingin menekankan bahwa Logos adalah Allah.
Jadi, setelah melihat karakterisasi narator dan karakter Yohanes Pembaptis terhadap Firman di atas, di mana Firman dikarakterisasikan sebagai Allah, Terang, dan Yesus yang memiliki pekerjaan sebagai Pencipta dan Pemberi hidup. Dapat disimpulkan bahwa Firman adalah Allah yang menjadi manusia dalam diri Yesus. Sehingga tema yang dibawa oleh karakter Firman melalui penuturan narator dan karakter Yohanes Pembaptis adalah FIRMAN ADALAH ALLAH YANG MENJADI MANUSIA.

3.3.5.2 YOHANES PEMBAPTIS
Dari permulaan Yohanes Pembaptis diperkenalkan sebagai seorang saksi untuk Yesus, seorang manusia yang diutus Allah (1:6-8, 15). Misinya dinyatakan dalam 1:7, dan tugasnya adalah bersaksi tentang Terang yang sesungguhnya itu yaitu Yesus Kristus (7-8). Penggambaran peran Yohanes Pembaptis dijelaskan dalam kata benda “saksi” dan kata kerja “bersaksi”. Yohanes Pembaptis bukanlah Kristus dan tidak melakukan tanda-tanda. Tujuan Yohanes Pembaptis bersaksi tentang Terang yang sesungguhnya adalah agar semua orang menjadi percaya (1:7) bahwa Firman adalah Allah dan manusia.
Karakterisasi narator terhadap Yohanes Pembaptis dapat dinyatakan sebagai berikut:
Ada beberapa hal yang dipaparkan oleh narator tentang Yohanes Pembaptis, yaitu:
• Yohanes Pembaptis adalah utusan Allah (ayat 6). Kata “yang diutus Allah” dipaparkan oleh narator untuk menekankan bahwa Yohanes Pembaptis adalah benar-benar seorang manusia yang diutus Allah untuk tujuan-Nya. Ia adalah utusan Allah bukan utusan para nabi atau imam-imam. Hal ini juga menunjukkan keistimewaan status Yohanes Pembaptis dalam menjalankan tugasnya yaitu ‘utusan Allah’. Jadi apa yang disampaikan oleh Yohanes Pembaptis adalah kebenaran yang berasal dari Allah.
• Yohanes Pembaptis adalah Saksi (ayat 7 dan 15). Ia bersaksi tentang Firman adalah Terang yang sesungguhnya, dengan tujuan supaya melalui kesaksiannya semua orang menjadi percaya bahwa Firman adalah Terang yang sesungguhnya dalam kehidupan semua orang. Terang yang sesungguhnya, yang menerangi setiap orang, yang sedang datang ke dalam dunia. Yohanes Pembaptis bersaksi tentang Firman yang sudah ada sebelum Yohanes Pembaptis dan telah datang ke dalam dunia (ayat 15).
• Yohanes Pembaptis bukan terang (ayat 8). Pernyataan narator ini ingin menekankan bahwa Yohanes Pembaptis bukanlah Terang atau Kristus, namun Yohanes Pembaptis adalah seorang utusan Allah yang bertugas memberi kesaksian tentang terang atau Kristus kepada semua orang.

Karakterisasi Yohanes Pembaptis terhadap dirinya dinyatakan sebagai berikut:
Kesaksian atau seruan Yohanes Pembaptis pada ayat 15 ingin mengungkapkan tentang keilahian Firman yang ada sebelum segala sesuatu diciptakan, sekaligus ingin menekankan bahwa Firman telah ada di dunia. Seruan Yohanes Pembaptis ini adalah bukti bahwa dia benar-benar adalah seorang utusan Allah yang bersaksi tentang Firman kepada semua orang. Jadi, Yohanes Pembaptis dijelaskan sebagai seorang utusan Allah untuk bersaksi tentang Yesus.
Jadi dari penuturan narator dan dari perkataan Yohanes Pembaptis sendiri, ada satu tugas Yohanes Pembaptis yaitu bersaksi dan tugas ini juga memperjelas bahwa tema yang dibawa oleh karakter Yohanes Pembaptis adalah SAKSI.

3.3.6 Tema
Setelah melihat karakterisasi narator dan Yohanes Pembaptis terhadap karakter Firman di atas, dapat disimpukan bahwa narator dan Yohanes Pembaptis memberi beberapa gelar kepada karakter Firman, yaitu Allah, Terang, Yesus Kristus, dan Anak Tunggal Allah. Karena ketika Firman menjadi manusia, berarti bahwa Firman sesungguhnya adalah Yesus Kristus. Di atas juga dapat dilihat bahwa ada beberapa tugas yang dibawa oleh karakter Firman yaitu, menciptakan segala sesuatu, pemberi hidup, dan memberi kuasa kepada semua orang yang menerima-Nya untuk menjadi anak-anak Allah. Jadi, tema yang dibawa oleh karakter Firman adalah FIRMAN ADALAH ALLAH YANG MENJADI MANUSIA. Kemudian tema ini diperkuat lagi oleh karakter Yohanes Pembaptis. Karena Yohanes Pembaptis adalah seorang utusan Allah yang datang sebagai saksi untuk memberi kesaksian tentang terang yang telah datang ke dalam dunia melalui diri Yesus Kristus. Tujuan Yohanes Pembaptis bersaksi tentang Terang adalah agar semua orang menjadi percaya (1:7) kepada Yesus Kristus yang adalah Mesias, Anak Allah dan ketika orang percaya, berarti memperoleh hidup di dalam Terang. Dengan demikian, kombinasi dari dua tema yang dibawa oleh karakter Firman dan Yohanes Pembaptis ini sesuai dengan tujuan penulisan Injil Yohanes yaitu agar semua orang percaya bahwa Yesuslah Mesias, Anak Allah, dan supaya semua orang oleh imannya memperoleh hidup yang sebenarnya dalam nama-Nya (20:31). Hal senada juga dipaparkan oleh Siburian bahwa tema Logos dalan Injil Yohanes diarahkan untuk menyaksikan fakta bahwa Yesus sebagai ‘Anak Allah’ dan ‘Mesias’ yang dijanjikan dengan segala perbuatan-Nya, supaya manusia dapat mengenal Dia sebagai Mediator sejati untuk keselamatan.

3.3.7 Plot
Plot narasi Yoh. 1:1-18 dimulai dari pernyataan Firman sebagai Allah Pencipta dan sumber kehidupan manusia (1-5). Hal ini berarti bahwa Yesus sebagai inkarnasi dari ketuhanan Logos telah aktif dalam penciptaan. Selain itu, Firman sebagai sumber Hidup dan Terang bagi manusia, yang akan datang ke dalam kegelapan dunia dan akan mengalahkan kegelapan. Lalu plot narasi ini beralih kepada hal-hal mengenai pernyataan diri Yohanes yang adalah seorang utusan Allah dan tugasnya adalah sebagai saksi untuk memberi kesaksian tentang terang yang sesungguhnya, supaya melalui Yohanes semua orang menjadi percaya (6-8). Kemudian plot ini berkembang dengan pernyataan bahwa Yesus yang adalah Terang telah ada di dalam dunia, namun Ia tidak dikenali dan tidak diterima oleh manusia ciptaan-Nya (9-11). Selanjutnya plot narasi ini mencapai pusatnya pada ayat 12-13, di mana orang-orang yang menerima-Nya akan diberi kuasa untuk menjadi anak-anak Allah. Karena menerima berarti percaya kepada Yesus. Dalam ayat 13 dijelaskan bahwa orang-orang yang percaya pada Yesus adalah orang-orang yang diperanakkan dari Allah. Setelah memaparkan tentang apa akibat yang akan diperoleh oleh orang-orang yang menerima-Nya, plot narasi ini berlanjut dengan pernyataan bahwa Firman yang adalah Allah dan Terang telah menjadi manusia dan ada di tengah-tengah manusia dan manusia telah melihat kemuliaan-Nya, yaitu kemuliaan yang diberikan kepada-Nya sebagai Anak Tunggal Bapa, penuh kasih karunia dan kebenaran (14). Kemudian plot narasi ini bergerak mundur ke belakang dengan adanya seruan dari Yohanes Pembaptis tentang eksistensi diri Yesus. Selanjutnya plot narasi ini kembali lagi pada pernyataan mengenai Firman dan statusnya sebagai Anak Tunggal Bapa (16-18), di mana melalui kepenuhan yang dimiliki oleh Yesus setiap orang akan menerima kasih karunia demi kasih karunia. Pada zaman PL memang kasih karunia diperoleh melalui hukum yang diberikan Allah melalui Musa, tetapi sekarang kasih karunia hanya dapat diperoleh melalui Yesus Kristus. Kemudian plot narasi ini berakhir dengan penegasan bahwa Yesus adalah Anak Tunggal Bapa. Jadi dalam plot narasi ini ada beberapa bentuk-bentuk antitesis yang menjadi konflik namun sesungguhnya membantu pembaca untuk mengenal siapa sebenarnya Firman. Bentuk-bentuk antitesis itu adalah: terang dan kegelapan, percaya dan tidak percaya, anugerah dan kebenaran dan hukum. Tujuan dari plot yang disusun oleh pengarang bayangan di sini adalah untuk memberikan pertentangan, menghasilkan ketertarikan, dan mempengaruhi para pembaca bayangannya supaya mereka dapat percaya bahwa Firman adalah Yesus, Mesias, Anak Allah, yang sekarang telah menyatakan diri-Nya. Dengan demikian, plot narasi ini juga mempunyai tujuan penginjilan untuk membawa para pendengar datang percaya bahwa Yesus adalah Mesias, Anak Tunggal Allah, sehingga mereka memperoleh keselamatan dan kuasa untuk menjadi anak-anak Allah, yaitu mereka yang percaya dalam nama-Nya. Selain itu plot narasi ini juga bertujuan agar para pendengar bayangan percaya bahwa Firman adalah Allah yang menjadi manusia.

3.3.8 Taktik Literer
Pesan implisit dalam Yoh. 1:1-18 begitu nyata disampaikan narator kepada pembaca bayangannya, sehingga dibutuhkan kecermatan dalam menyimpulkan dan mengerti makna terdalam dari pesan tersebut dalam hubungan dengan identitas Firman dan karya misi-Nya. Dengan memakai taktik literer demikian, pengarang bayangan melalui narator mempunyai tujuan untuk menarik pembaca bayangan kepada sudut pandangnya bahwa Yesus adalah inkarnasi Allah dan Yesus adalah Mesias, Anak Allah. Tafsir implisit dalam bagian ini memiliki beberapa tipe:

3.3.7.1 Ironi
Dalam Yoh. 1:1-18, ada beberapa ironi yang ditunjukkan narator dalam narasi ini yaitu:
1. Perkataan narator dalam ayat 10 merupakan sebuah ironi di mana Allah yang adalah Pencipta dunia telah ada di dalam dunia melalui diri Yesus. Dengan demikian seharusnya dunia mengenal Pencipta-Nya. Namun kenyataannya berbeda, narator menegaskan bahwa dunia, yang Dia ciptakan, tidak mengenal Dia. Bagian ini juga berbicara tentang Yesus yang telah datang sebagai manusia atau Anak Allah yang telah datang dalam bentuk teopani dalam PL.
2. Orang-orang Yahudi hidup dalam suatu zaman yang sangat mengharapkan kedatangan Mesias, Anak Allah. Orang-orang Yahudi beranggapan bahwa kedatangan Mesias yang sangat mereka harapkan akan melepaskan mereka dari penjajahan orang Romawi dan menghancurkan musuh-musuh Israel. Sehingga kedatangan Yesus sebagai Mesias yang sesungguhnya tidak diterima oleh orang-orang Yahudi. Mereka tidak mengenal dan menolak-Nya. Inilah yang ingin disampaikan oleh narator dalam Yoh. 1:11. Dengan ayat ini pengarang bayangan mengharapkan para pembaca bayangan yang telah membaca Injil Yohanes tidak ikut dalam keironian tersebut, tetapi semakin percaya dan dikuatkan imannya.
3. Perkataan narator pada ayat 18 merupakan ironi yang ketiga, yaitu seharusnya dunia yang adalah ciptaan Allah sudah mengenal dan mengetahui siapa Penciptanya, maka seharusnya Allah tidak perlu memperlihatkan diri-Nya kepada dunia. Namun pada kenyataannya, dunia menolak dan tidak mengenal-Nya. Oleh sebab itu Allah turun menjadi manusia dan memperlihatkan diri-Nya kepada dunia. Supaya dunia mengenal dan menerima-Nya serta percaya sepenuhnya kepada Allah.
Dari beberapa ironi di atas memperlihatkan bahwa sebenarnya pernyataan diri Yesus yang adalah Allah dan manusia banyak ditentang oleh orang-orang pada zaman Yohanes. Dengan demikian orang-orang pada zaman Yohanes berarti tidak percaya bahwa Yesus adalah Mesias, Anak Allah. Karena mereka tidak mengenal dan bahkan menolak Dia.

3.3.7.2 Simbol
Dalam Yoh. 1:1-18 ada dua metafora yang berfungsi sebagai simbol, yaitu terang dan kegelapan. Penggunaan simbol-simbol merupakan taktik pengarang bayangan untuk meyampaikan pesan yang mendalam dan kaya kepada para pendengar bayangan. Simbol bermaksud untuk menyatakan sesuatu yang lebih dalam atau sesuatu yang lain daripada pengertian yang biasa. Oleh karena itu, simbol kadang-kadang meninggalkan satu misteri yang tidak dapat sepenuhnya diungkapkan dan dapat mempunyai makna yang multiganda.
Penggunaan simbol-simbol bertujuan untuk menyampaikan hal-hal abstrak yang berkaitaan dengan nilai-nilai rohani dalam bahasa-bahasa manusia yang simbolis supaya lebih mudah dimengerti oleh para pendengar atau pembacanya. Dalam hal ini simbol dalam Yoh. 1:1-18 mempunyai fungsi sebagai metafora yang sesungguhnya untuk menyatakan kepada pembaca bayangan siapa Yesus dan menunjukkan kepada pembaca bayangan bagaimana realita kehidupan dunia. Dalam Yoh. 1:1-18 simbol terang dan kegelapan adalah gambaran relasi antara Firman Allah dan semua manusia (1:1-13).
Simbol pertama adalah Terang. Menurut Koester, dalam Yoh. 1:1-5 ada 3 penjelasan arti simbol terang: a). Terang menunjuk pada kuasa dan kehadiran Allah; b). Terang menunjuk pada “hidup” yang diberikan kepada manusia melalui Firman Allah; dan c). Terang berarti mengenal Allah melalui iman dalam Kristus. Dalam Yoh. 1:1-18, pengarang bayangan menyatakan bahwa logos adalah Terang manusia. Kegelapan tidak dapat mengalahkan-Nya (1:5). Yohanes Pembaptis bukan terang, tetapi memberikan kesaksian tentang Terang (1:8), karena ‘terang yang sesungguhnya’ yang menerangi setiap orang telah datang ke dunia (1:9). Waktu berikutnya simbol terang muncul dengan arti yang lebih luas untuk memperjelas hubungan antara kesaksian dengan penghakiman: “Dan ini adalah penghakiman: bahwa terang telah datang ke dalam dunia [bdk. 1:9], dan manusia lebih mencintai kegelapan dari pada terang” (3:19). Orang yang menolak Yesus melakukan kejahatan karena pekerjaan mereka adalah yang jahat, mereka membenci Terang dan tidak datang kepada-Nya, supaya kejahatan mereka tidak kelihatan (3:20). Sebaliknya, orang yang melakukan kebenaran datang kepada Terang agar kelihatan bahwa perbuatan-perbuatan yang dilakukannya berasal dari Allah (3:21). Terang bukan hanya penyataan dari logos; terang juga mengungkapkan sifat asli dari semua yang datang dalam hubungan dengan terang, dan penghakiman kepada setiap orang ditentukan oleh-Nya atau responnya kepada Terang. Terang bercahaya dalam kegelapan. Itu nyata dan telah disingkapkan. Yesus sendiri pernah mengumumkan bahwa Dia adalah terang yang dibicarakan dalam prolog: “Aku adalah terang dunia” (8:12; 1:9). Pengenalan dari simbol dengan Yesus adalah sempurna sehingga dapat digunakan untuk melukiskan pekerjaan-Nya sebagai pemberi “terang hidup” (8:12; 9:5; 1:4).
Simbol kedua adalah kegelapan. Kegelapan dilukiskan sebagai musuh terang. Simbol kegelapan untuk menggambarkan keberadaan dunia. Jadi, kegelapan sama dengan dunia (dalam pengertian orang-orang yang tidak menerima dan tidak mengenal Yesus). Selain itu, istilah kegelapan juga bisa merujuk pada kuasa dosa. Kegelapan bersikap jahat terhadap terang. Terang bercahaya dalam kegelapan; namun walau kegelapan tersebut berusaha keras kegelapan tidak dapat memadamkan terang. Orang yang berdosa mengasihi kegelapan dan membenci terang, sebab terang mengungkapkan banyak hal sehingga pada akhirnya terang akan mengalahkan kegelapan yang jahat. Selain itu kegelapan juga merupakan pelindung bagi kenyataan alamiah orang-orang yang membenci kebaikan. Manusia yang mempunyai perbuatan jahat itulah yang takut akan terang (3:19-20). Orang yang mempunyai hal-hal yang ingin disembunyikan adalah orang yang mencintai kegelapan; tetapi sebenarnya adalah sama sekali tidak mungkin untuk menyembunyikan sesuatu dari Allah. Sinar terang-Nya menyusup ke setiap sudut bayang-bayang dan kegelapan, serta mengungkap setiap kejahatan yang bersembunyi di dunia. Ada beberapa bagian dari Injil Yohanes yang menyatakan bahwa kegelapan seolah-olah berarti ketidakacuhan, khususnya ketidakacuhan yang dengan sengaja menolak terang Yesus Kristus. Yesus berkata: “Akulah terang dunia; barangsiapa mengikut Aku, ia tidak akan berjalan dalam kegelapan” (8:12). Ia katakan kepada para murid-Nya, bahwa terang tersebut hanya akan ada bersama mereka untuk waktu yang singkat; hendaklah mereka berjalan di dalamnya; kalau mereka tidak mau maka kegelapan akan datang, dan orang yang berjalan di dalam kegelapan tidak mengetahui arah perjalanannya (12:35). Ia katakan lagi, bahwa Ia datang dengan terang-Nya agar manusia tidak lagi tinggal di dalam kegelapan (12:46). Jadi bagi Yohanes, hidup tanpa Kristus adalah hidup dalam kegelapan. Kegelapan berarti hidup tanpa Kristus, yang secara khusus berarti juga hidup menolak Kristus. Menurut Koester ada 3 pengertian kegelapan, yaitu: a). Kegelapan menunjuk pada kuasa-kuasa yang melawan Allah; dosa dan kejahatan, b). Kegelapan berarti kematian dalam arti fisik dan dalam pengertian teologis, dan c). Kegelapan berarti ketidaktahuan dan ketidakpercayaan.
Kedua dimbol di atas memperlihatkan gambaran hubungan Allah dan dunia. Di mana dunia menolak Yesus sebagai Terang bagi dunia karena dunia identik dengan kegelapan. Dunia menolak Yesus sebagai Terang, berarti dunia menolak Yesus sebagai Mesias, Anak Allah. Dengan demikian juga berarti dunia tidak menerima Yesus sebagai Allah yang menjadi mansia yang akan membebaskan dunia.

3.3.7.3 Makna ganda
Dalam Yoh. 1:1-18, narator melalui perkataannya juga memakai makna ganda artinya suatu kata atau frasa mengandung dua pengertian atau lebih, baik pengertian harafiah maupun pengertian rohani. Yoh. 1:1-18 boleh dikatakan merupakan salah satu bagian yang mengandung makna ganda.
Perkataan narator bahwa: “Segala sesuatu dijadikan oleh Dia dan tanpa Dia tidak ada satu pun yang telah jadi dari segala yang telah dijadikan”. Pada satu sisi perkataan narator ini berarti bahwa oleh Firman sajalah segala sesuatunya dijadikan, tidak ada pribadi lain yang berperan serta dalam penciptaan dunia. Firman yang adalah Anak Tunggal Bapa itulah satu-satunya pencipta dunia. Namun apabila dilihat dalam bahasa sumber, ada pengertian lain lagi yang diberikan oleh narator. Dalam bahasa sumber, kata diV, dari preposisi dia., dipakai di sini, dengan kasus genetif. Istilah ini lebih baik diterjemahkan melalui, daripada “oleh”, seperti dalam TB. Jadi, kalau dilihat dari sumber bahasa, penciptaan dunia bukan hanya dilakukan oleh Firman yang adalah Allah Anak melainkan oleh Allah Bapa juga. Dunia bukan dijadikan oleh Firman melainkan dijadikan melalui Firman.
Makna ganda yang kedua terdapat dalam ayat 18, “Tidak seorang pun yang pernah melihat Allah; tetapi Anak Tunggal Allah, yang ada di pangkuan Bapa, Dialah yang menyatakan-Nya”. Kata “Anak Tunggal Allah” dalam bahasa Yunani adalah monogenh.yang arti harafiahnya adalah “Allah Tunggal”. Pada satu sisi, ayat ini memiliki pengertian bahwa Anak Tunggal Allah-lah yang ada dipangkuan Bapa. Namun kalau dilihat dari sumber bahasa aslinya, ayat ini agak aneh karena terjemahannya menjadi “Allah Tunggal, yang ada di pangkuan Bapa”.
Makna ganda yang ketiga terdapat dalam kata yang berarti mengeksege atau menyatakan. Pada satu sisi, kata ini bisa diterjemahkan Yesus akan menyatakan Allah Bapa kepada manusia. Namun pada sisi yang lain, kata ini diterjemahkan Yesus akan menyatakan diri-Nya sebagai Allah kepada dunia.
Makna ganda yang terdapat dalam Yoh. 1:1-18 berbicara mengenai identitas Yesus sebagai Allah yang berperan sebagai Pencipta, Anak Tunggal Bapa, dan yang menyatakan kehendak Allah.


Ringkasan
Melalui penelitian naratif terhadap Yoh. 1:1-18 di atas penulis menemukan tema yang dibawa oleh karakter logos yaitu “Firman adalah Allah yang menjadi manusia”. Tema ini yang kemudian membantu untuk membimbing menafsirkan unsur-unsur naratif lainnya. Tema yang dibawa oleh Logos dipertegas dengan kehadiran Yohanes sebagai saksi. Di mana Yohanes datang sebagai saksi mengenai kebenaran bahwa Firman adalah Terang yang sesungguhnya yang menjadi sumber hidup bagi manusia. Menurut penulis prolog Yohanes ini berkaitan erat dan mempertegas tujuan penulisan injil Yohanes yaitu “supaya kamu percaya, bahwa Yesuslah Mesias, Anak Allah, dan supaya kamu oleh imanmu memperoleh hidup dalam nama-Nya” (Yoh. 20:31) karena dalam prolog ini Yesus sudah diperkenalkan sebagai Allah dan manusia. Hal ini mungkin bertujuan supaya pembaca bisa mengerti dari awal sampai akhir alur pemikiran dan tujuan Yohanes menuliskan Injilnya.



BAB IV
REKONSTRUKSI JEMAAT-JEMAAT ASUHAN YOHANES

Pendahuluan
Dalam bab III telah dilakukan penyelidikan dengan menggunakan pendekatan naratif terhadap Yoh. 1:1-18 untuk mendapatkan arti sesungguhnya konsep logos yang dipaparkan Yohanes. Hasil penelitian telah membuktikan bahwa logos merupakan Allah yang menjadi manusia atau logos merupakan inkarnasi Allah dalam pribadi Yesus, yang adalah Mesias, Anak Allah. Dalam Yoh. 1:1-18 pribadi logos digambarkan sebagai Allah Pencipta, Terang, dan Yesus.
Selanjutnya, dalam bab ini terlebih dahulu penulis akan memaparkan perbedaan antara konsep logos dalam prolog Yohanes dengan beberapa pandangan yang telah dibahas dalam bab II. Kemudian, hasil penyelidikan yang telah dilakukan dalam bab III akan dihubungkan dengan jemaat-jemaat asuhan Yohanes dan jemaat-jemaat Indonesia sekarang.

4.1 Perbedaan Konsep Logos
4.1.1 Prolog Yohanes dengan Heraclitus
Ada beberapa perbedaan antara konsep logos dalam prolog Yohanes dan pandangan Heraclitus, diantaranya:
a. Menurut Heraclitus, logos hanyalah nalar atau pikiran Allah yang menjadi dasar keteraturan dunia dan tidak berpribadi. Sedangkan menurut Yohanes logos adalah Allah Pencipta yang telah ada sejak permulaan dan turut serta dalam proses penciptaan, dan berpribadi, buktinya Ia telah ada sejak permulaan bersama-sama dengan Allah atau bersekutu bersama Allah (ayat 1-2) dan Firman telah menjadi manusia dalam diri Yesus (ayat 14).
b. Menurut Heraclitus, logos adalah ekspresi yang Mahatinggi yang memperkenalkan dirinya sendiri dalam dunia dengan ‘percikan kecil’ dan ‘terbatas’ (spermatikos logos) pada tiap-tiap manusia. Sedangkan menurut Injil Yohanes logos adalah Allah (1-2) yang memperkenalkan diri-Nya kepada dunia dengan cara menjadi manusia dalam diri Yesus dan diam di antara manusia (14).
c. Menurut Heraclitus, logos Allah yang memberikan nalar, pengetahuan tentang kebenaran, dan kemampuan untuk membedakan hal yang benar dan yang salah. Dengan kata lain, logos adalah hakim kebenaran dalam diri manusia. Dari sini sepertinya Heraclitus menggambarkan logos hanya sebagai sesuatu yang ada dalam diri manusia atau logos tidak lebih dari sebuah aturan. Sedangkan menurut Yohanes, logos adalah Allah yang berkuasa atas diri manusia dan seluruh ciptaan.

4.1.2 Prolog Yohanes dengan Stoa
Salah satu perbedaan yang menonjol antara konsep logos dalam prolog Yohanes dan pandangan Stoa yaitu menurut kaum Stoa logos hanya sebatas prinsip rasional yang mengendalikan segala sesuatu yang hidup, dan pokok dari rasional jiwa manusia, hanya sebatas kuasa yang membuat hukum dalam hidup manusia. Dengan kata lain, logos hanyalah sumber dan pola kehidupan manusia. Hal ini tentunya sangat bertentangan dengan konsep Yohanes tentang logos, di mana logos adalah Allah yang menciptakan dunia yang telah menjadi pribadi manusia dalam diri Yesus (14). Jadi, menurut Stoa logos bukan pribadi, sedangkan menurut Yohanes logos adalah pribadi.
4.1.3 Prolog Yohanes dengan Targum
Ada satu perbedaan yang menonjol antara konsep logos dalam prolog Yohanes dan pandangan Targum, yaitu dalam tradisi Targumik logos menunjuk suatu ‘aktifitas mencipta’, bukan hanya perkataan. Sedangkan dalam konsep Yohanes logos adalah Allah yang menciptakan (3), sumber hidup (terang manusia) (4-5), Yesus (14), dan Anak Allah (14, 18).

4.1.4 Prolog Yohanes dengan Kebijaksanaan Salomo
Ada beberapa perbedaan antara konsep logos dalam prolog Yohanes dan pandangan Kebijaksanaan Salomo, di antaranya:
1. Menurut Kebijaksanaan Salomo, ‘hikmat’ atau ‘kebijaksanaan’ (Sophia) diidentifikasikan sama dengan logos. ‘Sang logos’ digambarkan sebagai orang yang bergender laki-laki dan ‘sang sophia’ orang yang bergender perempuan; ini berarti keduanya tidak dapat dipisahkan secara ekstrim. Keduanya sama-sama berasal dari ‘mulut’ Allah (Sir. 24:3). Sedangkan menurut Yohanes, logos adalah Allah (1-3) yang tidak bisa disamakan dengan apapun. logos juga tidak berasal dari ‘mulut’ Allah namun Dia adalah Allah.
2. Menurut Kebijaksanaan Salomo, logos itu ‘kekal’ dan ada bersama-sama dengan Allah pada hari penciptaan segala sesuatu, bahkan ikut menciptakan dunia dan hikmat Tuhan yang akan memelihara selamanya (Sir. 1:1-10). Kalau dilihat memang ada sedikit persamaan antara Yohanes dengan Kebijaksanaan Salomo yang melihat bahwa logos kekal dan ada bersama sama dengan Allah pada hari penciptaan segala sesuatu (Yoh. 1:1-3). Namun, dalam konsep Yohanes logos yang akan memelihara dunia bukan hikmat.

4.1.5 Prolog Yohanes dengan Filo
Untuk meliihat perbedaan antara konsep logos dalam prolog Yohanes dengan Filo, penulis setuju dengan pandangan dua tokoh yaitu Mangapul Sagala dan Keener.
1. Mangapul Sagala
Ada beberapa perbedaan yang dilihat oleh Mangapul Sagala, yaitu;
a. Doktrin tentang kepribadian logos sangat kabur dalam tulisan-tulisan Filo. Filo melihat logos sebagai sesuatu yang tidak bermateri. Hal ini terlihat jelas terutama saat ia tiba pada asosiasi antara logos dengan penciptaan. Filo tidak pernah berpikir tentang logos sebagai pribadi yang nyata dengan fungsi khusus yang berbeda dengan Allah, karena baginya hanya Allahlah Sang Pencipta.
b. Keberadaan logos yang sudah bereksistensi sebelum penciptaan tidak eksplisit dalam tulisan Filo. Ini berarti bahwa filosofi Filo jelas tidak terletak pada doktrin inkarnasi. Sedangkan dalam Prolog Yohanes sangat ditekankan mengenai pra-eksistensi Yesus dan doktrin inkarnasi.
2. Keener
Menurut Keener ada perbedaan yang mencolok antara Filo dengan Yohanes yaitu;
“Perhatian Filo mendominasi metafisikal”, menunjukkan penyelesaian sengketa pada penciptaan dunia; sedangkan perhatian Yohanes pada penyelesaian sengketa dari hidup kekal untuk sebuah umat manusia yang diasingkan. Selanjutnya, Filo menekankan nuansa-nuansa ‘akal’ dari istilah logos, sedangkan Yohanes menekankan aspek ‘Firman’.


4.2 Jemaat-Jemaat Asuhan Yohanes (Pembaca Pertama)
Injil Yohanes ditulis bukan hanya untuk memaparkan mengenai keallahan Yesus, namun juga ditulis untuk menolong para pembacanya (pembaca pertama sama dengan jemaat-jemaat asuhan Yohanes) menghadapi masalah yang sedang terjadi pada saat Yohanes menulis Injilnya. Situasi utama yang sedang dihadapi oleh Yohanes kemungkinan menyangkut siapakah Yesus dan karya-Nya. Hal ini terlihat dalam tujuan utama Injil Yohanes ditulis, yaitu “supaya kamu percaya, bahwa Yesuslah Mesias, Anak Allah, dan supaya kamu oleh imanmu memperoleh hidup dalam nama-Nya” (Yoh. 20:31). Untuk mencapai tujuan tersebut dalam hubungan dengan situasi yang dihadapi oleh jemaat-jemaat asuhan Yohanes, Yohanes telah menggunakan berbagai macam gambaran dalam melukiskan Yesus adalah Mesias, Anak Allah. Dalam konteks Yoh. 1:1-18, Yohanes melukiskan logos sebagai Allah Pencipta, Terang, dan Yesus yang menyatakan diri dan karya misi-Nya. Selain itu melihat dari tujuan penulisan Injil Yohanes, penulis mengindikasikan bahwa jemaat-jemaat asuhan Yohanes terdiri dari orang-orang Yahudi Kristen dan non-Yahudi (Yunani) Kristen.
Kemungkinan besar jemaat-jemaat asuhan Yohanes (khususnya orang Yahudi) memiliki pengetahuan yang luas mengenai PL. Hal ini dapat terlihat dari keterangan-keterangan mengenai beberapa tokoh PL yang disiratkan Yohanes seperti Musa, Elia, Abraham, dan Yesaya. Selain itu, beberapa ungkapan “supaya genaplah…” (13:18; 17:12; 19:24, 36) juga mengindikasikan bahwa Yohanes ingin mengatakan Injil Keempat adalah bagian penggenapan dari apa yang telah difirmankan dalam PL. Pemahaman orang-orang Yahudi pada zaman Yohanes mengenai PL mungkin dipahami sebagai kepercayaan turunan dari nenek moyang yang harus dilestarikan dan dinantikan penggenapannya. Kegenapan PL yang dimaksudkan oleh Yohanes dalam Injilnya adalah penggenapan bahwa Yesus adalah Mesias, Anak Allah yang telah datang dalam diri manusia.
KomunitasYohanes merupakan bagian dari sinagoge Yahudi. Maksudnya, orang Kristen dari jemaat-jemaat Yohanes adalah orang Yahudi Kristen yang percaya bahwa iman Kristen adalah lanjutan dari komunitas Yahudi. Sehingga kemungkinan nilai-nilai kekristenan dicampuradukkan dengan unsur-unsur kebudayaan Yahudi. Jadi, mungkin ada sekelompok Yahudi yang menganggap ajaran dan pemahaman mereka adalah pokok kekristenan yang sesungguhnya. Mereka mengharapkan bahwa Yesus adalah seorang Mesias yang akan datang untuk membebaskan, baik orang Yahudi maupun umat Kristen. Hal ini mengindikasikan bahwa sebenarnya jemaat-jemaat asuhan Yohanes sudah mengenal atau akrab dengan nama Yesus. Culpepper menyatakan bahwa nama Yesus mungkin telah dikenali oleh komunitas Yohanes, tetapi identitas-Nya mungkin keliru. Kekeliruan identitas Yesus terlihat dari pemahaman komunitas Yohanes mengenai konsep logos yang mereka pahami dari latar belakang PL misalnya dari Amsal 8.
Jemaat-jemaat Yohanes terdiri dari orang-orang Yahudi, maka dapat dipastikan mereka sudah mengenal konsep logos. Hal ini disebabkan mereka sudah dibina dengan PL selama berabad-abad. Namun konsep logos yang mereka pahami masih dalam pengertian yang sempit. Bagi orang Yahudi yang berlatar belakang PL, Logos adalah “hikmat”, yaitu hikmat yang dipersonifikasikan (Ams. 8:22-31). Di dalam Amsal 8, hikmat dinyatakan telah ada bersama dengan Allah sebelum segala sesuatu diciptakan Allah, bahkan hikmat dikatakan sebagai Pencipta dan mempunyai relasi yang intim dengan Allah. Bagi mereka hikmat adalah kekuatan yang abadi, kreatif dan memberikan penerangan dari Allah; hikmat dan logos adalah satu dan sama. Hikmat dan logos adalah alat-alat dan agen-agen di dalam peristiwa kejadian alam semesta. Hikmat dan logos juga yang membawa dan menyampaikan kehendak Allah ke dalam pikiran dan hati manusia. Konsep logos yang seperti inilah yang mungkin berkembang di tengah-tengah komunitas Yohanes. Pemahaman seperti inilah yang berusaha diluruskan oleh Yohanes dengan menekankan bahwa “logos adalah Allah” bukan hanya sekedar hikmat, kuasa atau pikiran Allah.
Selain itu, mungkin terjadi penganiayaan dan penderitaan di jemaat-jemaat Yohanes. Di mana orang-orang Kristen Yahudi diusir dari sinagoge karena karya misioner mereka yang terus berkembang di antara rekan-rekan di sinagoge mulai mengancam para pemimpin sinagoge dan menimbulkan tekanan-tekanan yang membedakan mereka. Hal ini mungkin disebabkan karena karya misioner yang efektif dari jemaat-jemaat Yohanes di antara orang-orang Samaria. Pengusiran ini mempunyai akibat besar bagi komunitas-komunitas Kristen, menimbulkan trauma iman di antara sebagian besar mereka. Penderitaan dan tekanan yang mereka rasakan pada saat itu mungkin membuat mereka meragukan kemesiasan Yesus. Oleh sebab itu melalui Injilnya, Yohanes menekankan mengenai identitas Yesus yang sebenarnya dengan menggunakan konsep yang sudah mereka kenal yaitu konsep logos.

4.3 Rekonstruksi Jemaat-Jemaat Asuhan Yohanes
Setelah melihat situasi yang sedang dihadapi oleh jemaat-jemaat asuhan Yohanes di atas, selanjutnya penulis akan mencoba merekonstruksi keadaan jemaat-jemaat asuhan Yohanes berdasarkan tema mengenai logos dalam prolog (1:1-18) Yohanes. Jemaat-jemaat asuhan Yohanes terdiri dari orang-orang Yahudi Kristen dan non-Yahudi (Helenistik) Kristen. Jadi di sini ada dua kelompok orang-orang percaya dari latar belakang yang sangat berbeda, bersama-sama memuja dalam satu gereja dan menemukan kesulitan-kesulitan dalam pemahaman mereka mengenai pribadi Kristus. Pada satu sisi ada orang Yahudi Kristen yang keluar dari sinagoge dan menyatakan komitmen pada Yesus, tetapi masih setia pada warisan Yahudi mereka. Sebagai hasilnya, orang-orang Kristen ini mungkin berpikir bahwa Yesus bukan Allah sepenuhnya. Mereka melihat Yesus hanya sebagai ‘seorang manusia yang dipilih oleh Allah’. Pada sisi lain ada orang-orang Helenistik-Kristen, mencakup mungkin beberapa orang Yahudi Helenistik-Kristen, yang masih dipengaruhi oleh latar belakang kepercayaan penyembahan berhala mereka dan tunduk terhadap kepercayaan-kepercayaan yang kemudian digambarkan sebagai bidat. Sebagai hasilnya, orang-orang Kristen ini mungkin memiliki pemikiran bahwa Yesus bukan sepenuhnya manusia. Kedua kelompok dalam gereja Yohanes, itu mungkin diperkirakan, memiliki permulaan untuk memahami identitas Yesus yang nyata; tetapi tidak ada yang dapat sepenuhnya ‘melihat’ misteri dari Firman menjadi daging. Mungkin perselisihan muncul, dengan setiap kelompok membuat kekhususan sudut teologinya. Dua penafsiran yang ekstrim dari natur Kristus mungkin jadi dimiliki golongan orang-orang Kristen jemaat Yohanes; satu yang tidak menerima Yesus sebagai Allah, dan yang lain tidak mengakui-Nya sebagai manusia.
Masalah mengenai keraguan akan kemanusiaan dan kealaahan Yesus itu kemudian disebut sebagai paham dosetisme dan adopsionisme. Dosetisme melihat Yesus adalah Tuhan tetapi bukan manusia. Sedangkan adopsionisme melihat Yesus hanya sebagai seorang manusia. Adopsionisme berpandangan bahwa Yesus adalah seorang manusia suci hidup yang diadopsi sebagai Anak Allah. Untuk menghadapi masalah inilah, Yohanes memakai istilah logos dalam menjelaskan bahwa Yesus adalah benar-benar Allah dan benar-benar manusia. Oleh karena itu kristologi Yohanes adalah kristologi yang seimbang.
Selain itu mungkin ada beberapa hal lain yang mungkin terjadi dalam jemaat-jemaat asuhan Yohanes berdasarkan Yoh. 1:1-18, seperti: pertama, jika Yohanes menulis sebuah dokumen penginjilan dengan maksud bahwa para pembacanya dapat ‘melihat’ kebenaran identitas kehidupan Yesus sebagai Mesias, itu dapat berargumentasi bahwa sebenarnya penggunaan konsep logos oleh Yohanes mempunyai tujuan untuk menginjili dan mengajari jemaat-jemaat asuhan Yohanes yang terdiri dari orang-orang Yahudi dan non Yahudi supaya mereka mempunyai konsep yang benar tentang logos yang adalah Allah, Terang, Pemberi Hidup dan telah menjadi daging dalam diri manusia. Tujuan kedua untuk menghadapi para pengikut dari Yohanes Pembaptis yang mungkin masih mengagung-agungkan Yohanes Pembaptis (dari kisah terbukti banyak orang masih menjadi pengikut Yohanes Pembaptis karena telah menerima baptisan Yohanes pembaptis). Oleh karena itu, Yohanes menulis sejak awal dalam prolog untuk menjelaskan bahwa Yohanes Pembaptis hanya seorang utusan dan saksi dan Yohanes sendiri mengakui hal tersebut (ayat 15). Tujuan ketiga supaya jemaat-jemaat asuhan Yohanes hanya fokus, percaya dan mengikut Yesus. Siapa yang memilih, mereka akan diberikan kuasa menjadi anak-anak Allah yang boleh menyaksikan kemuliaan dan mengalami kemuliaan, anugerah dan kebenaran.
4.4 Jemaat-Jemaat Masa Kini
Selanjutnya penulis mencoba menghubungkan apa yang terjadi pada zaman Yohanes tentang perkembangan pemahaman logos dengan jemaat-jemaat Indonesia sekarang. Dalam prolognya Yohanes mencoba mengungkapkan kepada para pembaca dan pendengarnya mengenai identitas Yesus yang sebenarnya. Pesan tentang logos adalah Allah yang menjadi manusia merupakan hal penting yang harus diimani dan dipahami oleh jemaat masa kini. Pesan prolog Yohanes mengenai logos adalah Allah merupakan satu bukti tetang apa yang tersirat dalam Pengakuan Iman Rasuli yang diyakini sampai sekarang. Jadi, jemaat masa kini tidak hanya bisa mengucapkan pengakuan iman rasuli yang berbunyi “Aku percaya… kepada Yesus Kristus, Anak-Nya yang tunggal, Tuhan kita” namun mengimaninya dengan sungguh-sungguh.
Jemaat-jemaat masa kini juga harus menyadari bahwa logos adalah Allah yang telah berinkarnasi dalam diri Yesus untuk menyelamatkan semua orang percaya. Menurut penulis usaha inkarnasi Allah ini adalah metode kontekstualisasi kepada manusia. Allah rela menjadi seperti manusia (namun tanpa menghilangkan aspek keilahian-Nya) untuk menjangkau dan menyelamatkan manusia dari kuasa dosa. Allah tidak mau manusia yang telah diciptakan-Nya serupa dan segambar dengan Dia dihancurkan kuasa dosa. Untuk itu Allah datang sebagai manusia agar manusia menyadari betapa besarnya kasih Allah akan dunia. Usaha kontekstualisasi ini juga harus diterapkan atau dipakai oleh jemaat-jemaat Kristen pada saat ini untuk memperkenalkan Kristus kepada orang-orang yang belum mengenal-Nya. Dan sekarang prinsip itu juga harus kita teruskan. Kita memperkenalkan Kristus kepada orang yang belum percaya, tidak hanya melalui pemberitaan atau khotbah, namun kita juga bisa melakukan hal-hal praktis yaitu berusaha menjadi seperti orang-orang yang kita injili. Namun, tetap lebih mengutamakan nilai-nilai Kristiani yang sesungguhnya agar tidak terjadi sinkritisme.
Di sisi lain, penyebutan nama Allah akhir-akhir ini telah menjadi isu yang sangat kontroversial. Ada suatu gerakan yang memaklumkan dan mengajarkan bahwa nama Yahwe tidak boleh diganti dengan Allah, Debata, Naibata dan nama-nama lainnya. Alasannya karena nama Yahwe adalah nama diri, nama pribadi Allah. Gerakan ini ada ketika mereka mencetak Alkitab mereka sendiri dengan nama Kitab Suci 2000, Tora dan Injil. Namun sebenarnya mereka tidak mencetak sebuah Alkitab, tetapi merubah dan meniru Alkitab terjemahan LAI. Menurut penulis ini adalah satu pemahaman yang salah. Karena setiap penulis kitab memiliki motivasi, tujuan dan konteks kehidupan yang berbeda-beda yang turut mewarnai dan mempengaruhi pemakaian nama Allah. Misalnya Yohanes, yang menggunakan kata logos untuk menjelaskan kepada jemaat-jemaat asuhannya mengenai identitas dan karya Allah yang sebenarnya. Penggunaan kata logos dilakukannya dengan tujuan agar jemaat-jemaat asuhannya bisa lebih memahami kemesiasan Yesus, karena konsep logos sebelumnya telah pernah didengar atau diketahui oleh jemaat asuhan Yohanes. Jadi sebenarnya tidak masalah apabila penulis Alkitab memakai nama Tuhan sesuai dengan konteks yang ada. Contoh kasus lainnya misalnya di suku Batak Karo, nama Tuhan diterjemahkan dengan nama Dibata. Nama Dibata dulunya adalah sebutan untuk roh nenek moyang yang dianggap berkuasa. Namun, untuk mempermudah penginjilan dan masuknya kekristenan di suku Batak Karo, penginjil menerjemahkan Alkitab dalam Bahasa Karo dengan menggunakan nama Dibata untuk Allah. Jadi, menguduskan nama Allah dengan berfokus kepada huruf saja, itu berarti akan menjadikan nama Allah menjadi formula mantra atau jampi-jampi. Kalau kita perhatikan dalam Alkitab, Allah tidak hanya merubah nama-Nya namun Ia sendiri telah menerjemahkan diri-Nya dari Yang Ilahi, Yang Mahakudus, menjadi manusia yaitu di dalam Yesus Kristus (Yoh. 1:14). Tujuannya adalah agar Allah menjadi lebih konkrit, lebih mudah dikenal dan dipahami oleh manusia. Jadi, kalau ada yang keberatan untuk menyebut Yahwe dengan nama Allah, Debata, Naibata, dan nama-nama lainnya, maka tindakan dan pemikiran seperti ini sangat memprihatinkan. Yang harus dipahami bukanlah namanya namun kuasa yang empunya nama itu.
Ringkasan
Perbedaan mendasar antara prolog dengan pemahaman lain mengenai logos yaitu dalam pemahaman lain seperti Filsafat Yunani, Yahudi Helenistik, dan Yudaisme logos dipahami bukan sebagai pribadi dan hal ini tentunya sangat bertentangan dengan inkarnasi Kristus yang ditekankan oleh Yohanes dalam prolognya. Di mana menurut Yohanes, logos adalah Allah, Terang, dan Anak Tunggal Bapa yang menjadi manusia. Walaupun kalau dilihat sepintas ada persamaan yang hampir mirip antara Yohanes dengan beberapa pemahaman lain yaitu bahwa logos bersifat ilahi.
Injil Yohanes ditulis bukan hanya untuk menunjukkan sisi keallahan dan kemanusiaan Yesus sebagai Mesias. Namun Injil ini juga ditulis untuk menjawab pergumulan iman yang sedang dihadapi oleh komunitas Yohanes. Pergumulan iman ini membuat jemaat menjadi ragu akan kemesiasan Yesus. Selain itu Injil ini juga ditulis untuk meluruskan pemahaman komunitas Yohanes mengenai logos. Di mana banyak dari komunitas Yohanes yang berlatar belakang PL melihat bahwa logos hanya sebagai hikmat yang digambarkan dalam Amsal 8. Melalui prolognya Yohanes ingin menekankan bahwa logos benar-benar Allah yang menjadi manusia, Dia lebih dari hikmat dalam PL. Selain itu melalui prolognya Yohanes juga ingin meyakinkan jemaat-jemaatnya bahwa Mesias yang mereka harapkan ada di tengah-tengah mereka. Di sini penulis juga menghubungkan keadaan jemaat-jemaat Indonesia di mana penekanan bahwa Yesus adalah Allah dan Anak Tunggal mempertegas pengakuan Iman Rasuli setiap gereja. Selain itu metode kontekstualisasi Allah menjadi manusia dengan prinsip berusaha “menjadi seperti”, perlu juga dipakai oleh jemaat saat ini dalam usaha mengabarkan Injil. Masalah penggunaan nama Yahwe juga penulis singgung karena penulis melihat penggunaan nama Allah sebagai logos juga dipakai dalam Injil Yohanes


BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 KESIMPULAN
Ada beberapa kesimpulan berdasarkan penelitian studi naratif terhadap Yoh. 1:1-18, yaitu:
1. Berdasarkan penyelidikan terhadap latar belakang konsep logos yang telah dibahas dalam bab II, maka penulis menyimpulkan bahwa sebenarnya yang menjadi perbedaan mendasar antara prolog Yohanes dengan pemikiran lain adalah mengenai kepribadian logos sebagai manusia. Pemikiran-pemikiran seperti Filsafat Yunani, Yudaisme, dan Yahudi Helenistik tidak melihat logos sebagai pribadi, sedangkan dalam prolog Yohanes logos dijelaskan sebagai pribadi.
2. Penyelidikan terhadap Yoh. 1:1-18 mengindikasikan bahwa logos yang dimaksud menunjuk pada diri Yesus sebagai Allah dan manusia. Tema logos dalam prolog Yohanes yaitu “Firman adalah Allah yang menjadi manusia” diarahkan untuk menyaksikan fakta Yesus sebagai “Anak Allah” dan “Mesias” yang dijanjikan dengan segala perbuatan-Nya, supaya manusia dapat mengenal Dia sebagai Perantara sejati untuk keselamatan. Memang kediaman-Nya sebagai manusia di dunia hanya untuk sementara saja. Namun waktu yang sementara ini dipakai-Nya untuk membuktikan secara langsung kasih dan anugerah-Nya yang begitu besar kepada manusia. Karena Dia datang ke dunia dan menjadi manusia hanya untuk menyelamatkan manusia dari dosa-dosanya. Sehingga dengan demikian manusia bisa benar-benar percaya bahwa Dialah Mesias, Anak Allah yang membebaskan. Inkarnasi Allah menjadi Yesus, inilah hal yang ingin ditekankan oleh Yohanes.
3. Logos adalah Allah karena memiliki eksistensi kekal, Pencipta, Terang dan sumber hidup, dan Anak Tunggal Allah. Hal ini sesuai dengan tujuan penulisan Injil Yohanes yaitu supaya manusia percaya bahwa Yesuslah Mesias, Anak Allah (20:31).
4. Penyelidikan terhadap Yoh. 1:1-18 juga menunjukkan bahwa pesan ini ditujukan kepada komunitas Yohanes baik dari kalangan Yahudi maupun non-Yahudi. Pesan mengenai konsep logos ditujukan kepada orang-orang Yahudi yang berlatar belakang PL dengan tujuan meluruskan pemahaman mereka mengenai konsep logos. Di mana logos bukan saja hikmat namun logos adalah Allah. Selain itu konsep logos sebagai Mesias yang datang untuk menyelamatkan orang yang percaya juga ditujukan kepada orang-orang Yahudi yang mengalami keragu-raguan mengenai kemesiasan Yesus karena penderitaan dan penganiayaan yang mereka alami. Sedangkan untuk orang-orang non-Yahudi, konsep logos dari Yohanes ini hadir untuk meluruskan pemahaman mereka mengenai logos sebelumnya yang dipengaruhi oleh konsep pemikiran dari budaya mereka masing-masing. Tujuannya supaya mereka percaya.

5.2 SARAN
Dari hasil penelitian penulis dalam bab II sampai bab IV ada beberapa saran:
1. Perlu penyelidikan lebih menyeluruh mengenai keallahan dan kemanusiaan Yesus berdasarkan keseluruhan Injil Yohanes.
2. Perlu melihat pandangan seluruh Injil Yohanes mengapa Allah harus menjadi manusia.
3. Perlu penyelidikan lebih lanjut terhadap Yoh. 1:18 mengenai misi Yesus, apakah Yesus datang ke dunia untuk menyatakan diri-Nya atau untuk menyatakan Allah Bapa kepada dunia.



DAFTAR PUSTAKA

Buku

Barclay,William. Pemahaman Alkitab Setiap Hari; Injil Yohanes Fs. 1-7. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1983.

Barr, James. The Semantics of Biblical Language. Oxford: Oxford University Press, 1969.

Barrett, C.K. The Gospel According to St. John; An Introduction with Commentary and Notes on the Greek Text, Second Edition. London; SPCK, 1978.

Baxter, J. Sidlow. Menggali Isi Alkitab 3; Matius s/d Kisah Para Rasul. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1980.

Beale,C.K. John’s Use of the Old Testament in Revelation. Sheffield Academic Press, 1998.

Bultmann, R. The Gospel of John. A Commentary. Oxford: Basil Blackwell, 1971.

Burkett, Delbert. Son of Man in the Gospel of John. JSNTSup. Sheffield: JSOT Press, 1991.

Carson, D.A. The Gospel According to John. Leicester: Inter-Varsity Press dan Grand Rapids: Eerdmans Publishing Company, 1991.

Culpepper, R. Alan. Anatomy of the Fourth Gospel: A Study in Literary Design. Philadelphia: Fortress, 1983.

Davies, Margaret. Rhetoric and Reference in the Fourth Gospel, JSNTSS 69. Sheffield: Sheffield, 1992.

Dodd, C.H. The Interpretation of the Fourth Gospel. Cambridge: Cambridge University Press, 1958.

Hadiwiyata, A.S. Tafsir Injil Yohanes. Yogyakarta; Kanisius, 2008.

Hagelberg, Dave. Tafsiran Injil Yohanes (Pasal 1-5) Dari Bahasa Yunani. Yogyakarta: Yayasan Andi, 1999.

Harris, Elizabeth. Prologue and the Gospel: the Theology of the Fourth Evangelist. Sheffield: Sheffield Academic Press, 1994.

Hengstenberg, F.W. Christology of the Old Testament. Grand Rapids, Mi: Kregel Publications, 1981.

Keener, Craig S. The Gospel of John; A Commentary Volume One. Peabody, Massachusetts: Hendrickson Publishers, 2003.

Koester, Craig R. Symbolism in the Fourth Gospel; Meaning, Mystery, Community Second Edition. Minneapolis:Fortress Press, 2003.

Koester, Helmut. Introduction to New testament, Volume One: History, Culture, Religion of the Helenistic Age. Philadelphia: Fortress, 1984.

Ladd, George Eldon. Teologi Perjanjian Baru Jilid 1. Bandung: Yayasan Kalam Hidup, 1999.

Matera, Frank J. New Testament Christology. Louisville: Westminster John Knox, 1999.

Metzger, Bruce M. A Textual Commentary on the Greek New Testament 3d ed. Stuttgart: United Bible Societies, 1998.

Morris, Leon. The Gospel According to John. Grand Rapids: Eerdmaans, 1971.

Sagala, Mangapul. Firman Menjadi Daging; Kristologi Berdasarkan Yohanes 1:14. Jakarta: Perkantas, 2009.

Santoso, David Iman. Theologi Yohanes; Intisari dan Aplikasinya. Malang: Literatur SAAT, 2007.

Sim, David C. The Gospel of Matthew and Christian Judaism; The History and Social Setting of The Matthean Community. Edinburg: T&T Clark, 1998.

Smalley, Stephen. John: Evangelist and Interpreter. 2nd ed. Carlisle: Paternoster, 1998.

Stone, Michael E. ed. Jewish Writtings in the Second Temple Period. Assen, Philadelphia: Van Gorcum, Fortress Press, 1984.

Vine, W.E. An Expository Dictionary of New Testament Words. Westwood: Fleming Revell Co, 1960.


Jurnal & Majalah

Barus, Armand. “Analisis Naratif: Apa dan Bagaimana?” Forum Biblika 9, (1999): 48-60.

Barus, Armand. “The Structur of the Fourth Gospel,” Asia Journal of Theology 21, no. 1(April 2007): 96-111.

Lemuel, Darmanto. “Exegese Narasi Dalam Teori dan Praktek; Mengenal Narasi Ester,” Majalah GEMA Duta Wacana, (1993): 50-65.

Siburian, Togardo. “Teologi Logos, Implikasi dan Aplikasinya Pada Situasi Natal Akhir-Akhir ini: Eksposisi Yohanes 1:1-18,” Jurnal Teologi STULOS 4, no. 2 (Desember 2005): 1-24.


Kamus

Departemen Pendidikan Nasional. Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga. Jakarta: Balai Pustaka, 2005.

Johnson, D.H., “Logos”, dalam Dictionary of Jesus and the Gospels, editor Joel Green, Scot Mcknight dan I. Howard Marshall. Illinois: IVP, 1992.

Procksch, “The word of God in the Old Testament”, dalam TDNT 4, ed. Gerhard Kittle, Terj. Geoffrey W. Bromiley. Grand Rapids, Michigan: WM. B. Eerdmans Publishing Company, 1990.

Yayasan Komunikasi Bina Kasih/OMF. Ensiklopedia Alkitab Masa Kini Jilid II M-Z. Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih/OMF, 2008.

4 komentar:

  1. mohon diblas cepat yah... aku butuh untuk buat tugas...

    BalasHapus
  2. Boleh sya minta daftar pustaka gak? Butuh sekali coy, idemu keren.

    BalasHapus
  3. Semua bahan ada di daftar Pustaka🙏

    BalasHapus