Kamis, 22 April 2010

GEREJA-GEREJA PENTAKOSTA DI INDONESIA

Oleh: Sarmen Sababalat

Pendahuluan
Gereja-gereja Pentakosta di Indonesia merupakan sejarah aliran kekristenan Indonesia yang tidak berasal dari karya lembaga-lembaga pekabaran Injil dari daratan Eropa, tetapi dari tradisi kekristenan Anglosaksis, khususnya gerakan kebangunan di Amerika Serikat. Di bawah ini kita akan melihat sejarah gereja Pentakosta hingga menyebar ke Indonesia dan kegiatan-kegiatan yang dilakukan untuk mengabarkan Injil.

Pembahasan
Sejarah timbulnya gereja Pentakosta dan ajaran gerakan Pentakosta
Gereja-gereja Pentakosta di Indonesia dan di seluruh dunia berasal dari gerakan Pentakosta yang timbul di Amerika Utara sekitar tahun 1906. Gerakan ini merupakan salah satu tunas “Holiness Movement” (Gerakan Kesucian) yang timbul di dalam gerakan Metodis dalam paroan kedua abad ke-19. Gerakan Kesucian ini bertujuan:
1. Ingin kembali ke kegairahan dan kesederhanaan yang terdapat dalam Gereja Metodis pada masa John Wesley.
2. Menekankan kembali pertobatan secara mendadak yang menjadi cita-cita dalam kebangunan Metodis abad ke-18.
3. Kesempurnaan Kristen yang dianjurkan dalam teologi Wesley dan yang mula-mula dipertahankan dalam praktik kehidupan jemaat.

Menjelang tahun 1900, salah seorang tokoh, Ch. F. Parham mengembangkan tiga pokok ajaran yang menjadi ciri gerakan Pentakosta pada umumnya, yaitu:
a) Penekanan pada eskatologis.
b) Penekanan pada baptisan dengan Roh.
c) Penekanan pada karunia-karunia Roh, khususnya karunia bercakap-cakap dengan bahasa roh (karunia lidah) sebagai tanda seseorang telah menerima baptisan Roh.

Gereja Pentakosta mempunyai ciri-ciri:
1. Kebaktian yang serba bebas.
2. Pemakaian Alklitab secara spontan, tidak dipertanggungjawabkan secara ilmiah.
3. Pembangunan jemaat melalui kegiatan kebangunan rohani yang meliputi dorongan untuk bertobat dan hidup suci.
4. Dalam lingkungan jemaat perlu adanya karunia lidah dan karunia kesembuhan sebagai tanda-tanda kesucian.

Masuknya gereja Pentakosta ke Indonesia
Gerakan ini masuk ke Indonesia dengan cara yang tidak berencana, kira-kira tahun 1922..
Pusat pertama ialah kota Cepu kemudian Surabaya mulai tahun 1922, dibawa oleh 2 orang asal Belanda yang bernama C. E. Groesbeek dan D. R. van Klaveren, yang diutus oleh “Bethel Temple” di Seattle, di pantai Barat Amerika Serikat. Mereka telah bekerja di Bali (1921-1922), tetapi diusir oleh pemerintah Hindia Belanda. Mereka berhasil menarik hati sejumlah tokoh setempat yang kemudian menyiarkan keyakinan mereka yang baru dengan giat, sehingga gerakan Pentakosta cepat tersebar dari Surabaya ke seluruh Jawa Timur, Sumatera Utara, Minahasa, Maluku dan Irian.
Pusat kedua ialah Temanggung, Jawa tengah tahun 1922-1925 oleh seorang Inggris yang beristrikan orang Belanda, yang bernama William Bernard, diutus ke Jawa oleh salah satu kelompok Pentakosta di Belanda. Di sana ditemukannya sejumlah orang Kristen yang bergabung dalam sebuah kelompok doa. Kemudian ajaran Pentakosta ini disebarkan oleh Suster M. A. Alt dan F. N. M. Van Abkoude dalam gerakan Pentakosta di Indonesia.
Kemudian gerakan ini menyebar ke Bandung tahun 1921 dengan tokoh perintis J. Thiessen yang pernah tinggal di Tapanuli Selatan selaku utusan Zending menonite.

Gereja-gereja Pentakosta di Indonesia adalah:
- Tahun 1923, penginjil-penginjil Pentakosta yang berada di Indonesia mendirikan badan “De Pinkstergemeente in Nederlandsch Oost-Indie” (Jemaat Pentakosta di Hindia Timur Belanda).
- Badan ini kemudian berganti nama tahun 1937 menjadi “De Pinksterkerk in NOI” (Gerakan Pentakosta di HTB).
- Tahun 1942, disebut Gereja Pentakosta di Indonesia (GPdI).
Tokoh-tokoh pemimpin sendiri membentuk Pinksterconvent (sidang Pentakosta) semacam badan pengurus. Struktur organisasinya adalah kongregasionalistis. Sesudah beberapa tahun timbullah perbedaan paham dalam lingkungan “Pinskterconvent” yaitu:
o Ajaran “Jesus Only” (Hanya Yesus), yang dibawa masuk dari Amerika Serikat oleh F. Van Gessel yang menganggap Nama Yesus mencakup ketiga Pribadi Trinitas, sehingga pembaptisan sudah cukup kalau dilakukan dalam nama Yesus saja.
o Ada tidaknya peluang bagi seorang wanita (Ny. Alt) untuk memegang kedudukan kepemimpinan dalam gereja.
o Hubungan antara jemaat setempat dengan organisasi pusat, misalnya dalam harta milik gereja.
o Prestise (gengsi) suku atau orang perseorangan.
Selama tahun 1931-1970, keempat faktor ini menyebabkan rentetan perpecahan yang menyebabkan jumlah gereja Pentakosta meningkat dari satu (sampai 1931) menjadi 25, belum lagi gereja-gereja yang hanya terdapat satu tempat gereja saja, yang jumlahnya 28 (tahun 1980). Walaupun sudah mengalami perpecahan sekian kali, namun GPdI tetap merupakan gereja Pentakosta terbesar di Indonesia dengan jumlah anggota sekitar setengah juta (1980).

Perbedaan gerakan Pentakosta dengan lembaga-lembaga zending “kontinental”
Sejarah kegiatan Pentakosta di Indonesia memiliki ciri khas yang membedakannya dengan sejarah pI oleh lembaga-lembaga zending “kontinental” (dari daratan Eropa):
1. Para penginjil Pentakosta pada umumnya tidak menghormati asas “comity” (kesepakatan untuk tidak memasuki wilayah kegiatan sesama lembaga pI) yang dianut oleh lembaga-lembaga Eropa.
2. Para penginjil Pentakosta dan juga gereja-gereja yang lahir melalui usaha mereka tidak menyelenggarakan kegiatan dalam bidang pendidikan, kesehatan, dll.
3. Para penginjil Pentakosta pada umumnya lebih mobil (mudah bergerak) ketimbang para zendeling lembaga-lembaga dari Eropa. Para penginjil Pentakosta lebih mirip rasul Paulus, yang berpindah-pindah dari tempat yang satu ke tempat yang lain.
4. Adanya perbedaan teologi antara lembaga-lembaga pI dengan para penginjil Pentakosta.
5. Perbedaan metode disebabkan oleh latar belakang aliran Pentakosta dan lembaga-lembaga Eropa yang berbeda.

Pada zaman Pentakosta masuk ke Indonesia dan sesudahnya (sejak tahun 1920-an), perbedaan antara gerakan Pentakosta dengan zending kontinental sungguh kentara. Di pihak yang satu terdapat perpecahan berantai, kurang adanya minat akan bidang politik termasuk pergerakan nasional Indonesia, kecenderungan untuk berteologi berdasarkan pemakaian Alkitab secara ayat-ayatan. Di pihak lain, usaha membina kesatuan antara gereja-gereja suku yang telah berdiri, perhatian yang semakin besar pada soal-soal politik, peningkatan mutu pendidikan teologi hingga berdiri STT Jakarta dan sekolah-sekolah teologi lain yang diharapkan setingkat dengan universitas-universitas negeri. Dalam tahun 1970-an gelombang perpecahan sudah berhenti dan beberapa gereja Pentakosta masuk menjadi anggota PGI. Hubungan dalam bentuk kerja sama antar sesama gereja Pentakosta mencapai puncaknya dalam pembentukan Dewan Pentakosta Indonesia pada tahun 1979. Makin banyak warga gereja Pentakosta yang aktif, makin gereja itu terdorong untuk memikirkan keaktifan mereka dalam terang Injil.

Kesimpulan
Dalam abad ke-20, Indonesia dimasuki penginjil-penginjil dari Amerika yang membawa tradisi teologi/kerohanian yang berbeda dengan yang telah datang dari Eropa. Yang mencapai hasil yang paling besar ialah para pemginjil Pentakosta. Mereka pada umumnya bekerja di kota-kota dan di tengah-tengah orang yang sudah masuk Kristen sebelumnya. Yang diutamakan ialah usaha penginjilan secara langsung. Jumlah orang Pentakosta di Indonesia sangat besar, tetapi gereja mereka pecah belah akibat perpecahan yang merajalela antara tahun 1930-1970. Namun sesudah itu hubungan antar sesama semakin terbentuk dan jemaatnya pun makin banyak dan mereka sangat aktif sehingga gereja Pentakosta semakin terdorong untuk melakukan kegiatan yang sangat baik, yang lebih aktif atau dengan menggunakan tenaga dari jemaat. Kitapun sebagai calon pemimpin gereja nantinya, harus lebih aktif dan kreatif memikirkan bagaimana gereja kita nanti bisa berkembang. Kita harus menggunakan tenaga jemaat yang ada. Menggali keterampilan yang dimiliki oleh jemaat sehingga jemaat semakin terdorong untuk melayani melalui keterampilan yang mereka miliki dan gereja akan semakin berkembang karena menggunakan potensi dari jemaat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar